Rabu, 28 April 2010

ASKEP D I A R E



I. Pengertian
Beberapa pengertian diare:
1. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto, 1999).
2. Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari.
3. Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997).
4. Diare adalah keadaan kekerapan dan keenceran buang air besar dimana frekuensinya lebih dari tiga kali per hari dan banyaknya lebih dari 200 – 250 gram.

II. Etiologi
A. Faktor Infeksi
1. Infeksi enternal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.
2. Infeksi bakteri : Vibrio coma, Ecserchia coli, Salmonella, Shigella, Compilobacter, Yersenia dan Acromonas.
3. Infeksi virus : Entero virus (Virus echo, Coxechasi dan Poliomyelitis), Adeno virus, Rota virus dan Astrovirus.
4. Infeksi parasit : Cacing, protozoa dan jamur.
5. Infeksi parental, yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alatpencernaan, sepertiOtitis Media Akut, Tonsilopharingitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak dibawah 2 tahun.

B. Bukan faktor infeksi
1. Alergi makanan : susu dan protein.
2. Gangguan metabolik atau malabsorbsi.
3. Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan.
4. Obat-obatan seperti antibiotik.
5. Penyakit usus seperti Colitis ulserative, crohn disease dan enterocolitis.
6. Faktor psikologis : rasa tahut dan cemas.
7. Obstruksi usus.

III. Patofisiologi
A. Gangguan osmotik
Makanan atau zat yang tidak dapat diserap menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, hal ini menyebabkan isi rongga usus berlebihan sehingga merangsang usus mengeluarkannya (diare).
B. Gangguan sekresi
Toxin pada dinding usus meningkatkan sekresi air dan lektrolit kedalam usus, peningkatan isi rongga usus merangsang usus untuk mengeluarkannya.
C. Gangguan motalitas usus
Hyperperistaltik menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan. Atau peristaltik yang menurun menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan menyebabkan peradangan pada rongga usus sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat hal ini menyebabkan absorsi rongga usus menurun sehingga terjadilah diare.

IV. Klasifikasi diare
Tahapan dehidrasi menurut Ashwill dan Droske (1977) :
1. Dehidrasi ringan : dimana berat badan menurun 3 – 5 % dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 ml/kgBB.
2. Dehidrasi sedang : dimana berat badan menurun 6 – 9 % dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 – 90 ml/kgBB.
3. Dehidrasi berat : dimana berat badan menurun lebih dari 10 % dengan volume cairan yang hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/kgBB.

V. Manifestasi Klinik
Gejal klinik yang timbul tergantung dari intensitas dan tipe diare, namun secara umum tanda dan gejala yang sering terjadi adalah :
a. Sering buang air besar lebih dari 3 kali dan dengan jumlah 200 – 250 gr.
b. Anorexia.
c. Vomiting.
d. Feces encer dan terjadi perubahan warna dalam beberapa hari.
e. Terjadi perubahan tingkah laku seperti rewel, iritabel, lemah, pucat, konvulsi, flasiddity dan merasa nyeri pada saat buang air besar.
f. Respirasi cepat dan dalam.
g. Kehilangan cairan/dehidrasi dimana jumlah urine menurun, turgor kulit jelek, kulit kering, terdapat fontanel dan mata yang cekung serta terjadi penurunan tekanan darah.

VI. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada anak yang menderita diare adalah :
1. Dehidrasi
2. Hipokalemi.
3. Hipokalsemi
4. Cardiac disrythmias
5. Hiponatremi.
6. Syok hipovolemik
7. Asidosis.

VII. Penatalaksanaan
Dasar-dasar penatalaksanaan diare pada anak adalah : (5 D)
1. Dehidrasi.
2. Diagnosis.
3. Diet.
4. Defisiensi disakarida
5. Drugs
Pada dehidrasi ringan diberikan :
a. Oralit + cairan
b. ASI/susu yang sesuai
c. Antibiotika (hanya kalau perlu saja)
Pada dehidrasi sedang, penderita tidak perlu dirawat dan diberikan :
a. Seperti pengobatan dehidrasi ringan
b. Bila tidak minum ASI :
1. Kurang dari 1 tahun LLM dengan takaran 1/3, 2/3 penuh ditambah oralit.
2. Untuk umur 1 tahun lebih , BB 7 kg lebih : teh, biskuit, bubur dan seterusnya selain oralit. Formula susu dihentikan dan baru dimulai lagi secara realimentasi setelah makan nasi.

Pada dehidrasi berat, penderita harus dirawat di RS.
Pengobatan diare lebih mengutamakan pemberian cairan, kalori dan elektrolit yang bisa berupa larutan oralit (garam diare) guna mencegah terjadinya dehidrasi berat, sedangkan antibiotika atau obat lain hanya diberikan bila ada indikasi yang jelas. Spasmolitika dan obstipansia pada diare tidak diberikan karena tidak bermanfaat bahkan dapat memberatkan penyakit.

VIII. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Dasar data pengkajian klien :
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare. Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas/kerja s/d efek proses penyakit.
2. S i r k u l a s i
Tanda : Takhikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses imflamasi dan nyeri). Kemerahan, area ekimosis (kekurangan vitamin K). Hipotensi termasuk postural. Kulit/membran mukosa : turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).
3. Integritas Ego
Gejala : Ansietas, ketakutan, emosi kesal, mis. Perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan. Faktor stress akut/kronis mis. Hubungan dengan keluarga/pekerjaan, pengobatan yang mahal. Faktor budaya – peningkatan prevalensi.
Tanda : Menolak, perhatian menyempit, depresi.
4. E l i m i n a s i
Gejala : Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair. Episode diare berdarah tidak dapat diperkirakan, hilang timbul, sering tidak dapat dikontrol, perasaan dorongan/kram (tenesmus). Defakasi berdarah/pus/mukosa dengan atau tanpa keluar feces. Peradarahan perektal.
Tanda : Menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik atau adanya peristaltik yang dapat dilihat. Haemoroid, oliguria.

5. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah. Penurunan BB. Tidak toleran terhadap diet/sensitive mis. Buah segar/sayur, produk susu, makanan berlemak.
Tanda : Penurunan lemak subkutan/massa otot. Kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk. Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut.
6. H i g i e n e
Tanda : Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin. Bau badan.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kanan bawah (mungkin hilang dengan defakasi). Titik nyeri berpindah, nyeri tekan, nyeri mata, foofobia.
Tanda : Nyeri tekan abdomen/distensi.
8. K e a m a n a n
Gejala : Anemia hemolitik, vaskulitis, arthritis, peningkatan suhu (eksaserbasi akut), penglihatan kabur. Alergi terhadap makanan/produk susu.
Tanda : Lesi kulit mungkin ada, ankilosa spondilitis, uveitis, konjungtivitis/iritis.
9. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah hubungan/peran s/d kondisi, ketidakmampuan aktif dalam sosial.
11. Penyuluhan Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga berpenyakit Diare.

B. Diagnosa Keperawatan, Tujuan, Rasionalisasi Yang Lazim Terjadi
1. Diare b/d imflamasi, iritasi dan malabsorpsi usus, adanya toksin dan penyempitan segemental usus ditandai dengan :
- Peningkatan bunyi usus/peristaltik.
- Defakasi sering dan berair (fase akut)
- Perubahan warna feses.
- Nyeri abdomen tiba-tiba, kram.
Tujuan :
- Keluarga akan melaporkan penurunan frekuensi defakasi, konsistensi kembali normal.
- Keluarga akan mampu mengidentifikasi/menghindari faktor pemberat.
Intervensi :
a. Observasi dan catat ferkuensi defakasi, karekteristik, jumlah dan faktor pencetus.
R/ : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya episode.
b. Tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat disamping tempat tidur.
R/ : Istirahat menurunkan motalitas usus juga menurunkan laju metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi. Defakasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda dan dapat tidak terkontrol, peningkatan resiko inkontinensia/jatuh bila alat-alat tidak dalam jangkauan tangan.
c. Buang feses dengan cepat dan berikan pengharum ruangan.
R/ : Menurunkan bau tak sedap untuk menghindari rasa malu klien.
d. Identifikasi makanan/cairan yang mencetuskan diare.
R/ : Menghindari iritan dan meningkatkan istirahat usus.
e. Observasi demam, takhikardi, lethargi, leukositosis/leukopeni, penurunan protein serum, ansietas dan kelesuan.
R/ : Tanda toksik megakolon atau perforasi dan peritonitis akan terjadi/telah terjadi memerlukan intervensi medik segera.
f. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :
- Antikolinergik.
R/ : Menurunkan motalitas/peristaltik GI dan menurunkan sekresi digestif untuk menghilangkan kram dan diare.
- Steroid
R/ : Diberikan untuk menurunkan proses inflamasi.
- Antasida
R/ : Menurunkan iritasi gaster, mencegah inflamasi dan menurunkan resiko infeksi pada kolitis.
- Antibiotik
R/ : Mengobati infeksi supuratif lokal.
g. Bantu/siapkan intervensi bedah.
R/ : Mungkin perlu bila perforasi atau obstruksi usus terjadi atau penyakit tidak berespon terhadap pengobatan medik.

2. Resiko kurang volume cairan b/d Kehilangan banyak melalui rute normal (diare berat, muntah), status hipermetabolik dan pemasukan terbatas.
Tujuan :
Klien akan menampakkan volume cairan adekuat/mempertahankan cairan adekuat dibuktikan oleh membran mukosa lembab, turgor kulit baik dan pengisian kapiler baik, TTV stabil, keseimbangan masukan dan haluaran dengan urine normal dalam konsentrasi/jumlah.
Intervensi :
a. Awasi masukan dan haluaran urine, karakter dan jumlah feces, perkirakan IWL dan hitung SWL.
R/ : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan.
b. Observasi TTV.
R/ : Hipotensi (termasuk postural), takikardi, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan/atau efek kehilangan cairan.
c. Observasi adanya kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit, prngisisan kapiler lambat.
R/ : Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi.
d. Ukur BB tiap hari.
R/ : Indikator cairan dan status nutrisi.
e. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring dan hindari kerja.
R/ : Kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan
kehilangan cairan usus.
f. Catat kelemahan otot umum dan disritmia jantung
R/ : Kehilangan cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidak seimbangan elektrolit. Gangguan minor pada kadar serum dapat mengakibatkan adanya dan/atau gejala ancaman hidup.
g. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :
- Cairan parenteral, transfusi darah sesuai indikasi.
R/ : Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggatntian cairan untuk memperbaiki kehilangan/anemia.
- Anti diare.
R/ : Menurunkan kehilangan cairan dari usus.
- Antiemetik
R/ : Digunakan untuk mengontrol mual/muntah pada eksaserbasi akut.
- Antipiretik
R/ : Mengontrol demam. Menurunkan IWL.
- Elektrolit tambahan
R/ : Mengganti kehilangan cairan melalui oral dan diare.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ganguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik, secara medik masukan dibatasi ditandai dengan :
- Penurunan BB, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk.
- Bunyi usus hiperaktif.
- Konjungtiva dan membran mukosa pucat.
- Menolak untuk makan.
Tujuan :
Klien akan menunjukkan/menampakkan BB stabil atau peningkatan BB sesuai sasaran dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi :
a. Timbang BB setiap hari atau sesuai indikasi.
R/ : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan terapi.
b. Dorong tirah baring dan/atau pembatasan aktifitas selama fase sakit akut.

R/ : Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori
dan simpanan energi.
c. Anjurkan istirahat sebelum makan.
R/ : Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.
d. Berikan kebersihan mulut terutama sebelum makan.
R/ : Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan.
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
R/ : Lingkungan yang nyaman menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan.
f. Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus.
R/ : Mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala.
g. Dorong klien untuk menyatakan perasaan masalah mulai makanan/diet.
R/ : Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut makan
akan menyebabkan eksaserbasi gejala.
h. Kolaborasi dengan tim gizi/ahli diet sesuai indikasi, mis : cairan jernih berubah menjadi makanan yang dihancurkan, rendah sisa, protein tinggi, tinggi kalori dan rendah serat.
R/ : Memungkinkan saluran usus untuk mematikan kembali proses pencernaan. Protein perlu untuk penyembuhan integritas jaringan. Rendah serat menurunkan respon peristaltik terhadap makanan.
i. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :
- Preparat Besi.
R/ : Mencegah/mengobati anemi.
- Vitamin B12
R/ : Penggantian mengatasi depresi sumsum tulang karena proses inflamasi lama, Meningkatkan produksi SDM/memperbaiki anemia.
- Asam folat.
R/ : Kehilangan folat umum terjadi akibat penurunan masukan/absopsi.
- Nutrisi parenteral total, terapi IV sesuai indikasi.
R/ : Program ini mengistirahatkan GI sementara memberikan nutrisi
penting.
4. Nyeri b/d Hiperperistaltik,diare lama, iritasi kulit/jaringan, ekskoriasi fisura perirektal ditandai dengan :
- Laporan nyeri abdomen kolik/kram/nyeri menyebar.
- Perilaku distraksi, gelisah.
- Ekspresi wajah meringis
- Perhatian pada diri sendiri.
Tujuan :
- Klien akan melaporkan nyeri hialng/terkontrol.
- Klien akan menampakkan perilaku rileks dan mampu tidur/istirahat dengan
tepat.
Intervensi :
a. Dorong klien/keluarga untuk melaporkan nyeri yang dialami oleh klien.
R/ : Mencoba untuk mentoleransi nyeri daripada meminta analgesik.
b. Observasi laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas (skala 0 – 10), selidiki dan laporkan perubahan karakteristik nyeri.
R/ : Nyeri sebelum defakasi sering terjadi dengan tiba-tiba dimana dapat berat dan terus menerus. Perubahan pada karakterisik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit/terjadinya komplikasi.
c. Amati adanya petunjuk nonverbal , selidiki perbedaan petunjuk verbal dan nonverbal.
R/ : Bahasa tubuh/petunjuk nonverbal dapat secara psikologis dan fisiologis dapat digunakan pada hubungan petunjuk verbal untuk untuk mengidentifikasi luas/beratnya masalah.
d. Kaji ulang faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya/menghilangnya nyeri.
R/ : Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor pemberat atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
e. Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, ubah posisi dan aktifitas
senggang.
R/ : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.
f. Observasi/catat adanya distensi abdomen dan TTV.
R/ : Dapat menunjukkan terjadinya obstruksi usus karena inflamasi, edema dan jaringan parut.
g. Kolaborasi dengan timgizi/ahli diet dalam melakukan modifikasi diet dengan
memberikan cairan dan meningkatkan makanan padat sesuai toleransi.
R/ : Istirahat usus penuh dapat menurunkan nyeri/kram.
h. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :
- Analgesik
R/ : Nyeri bervariasi dari ringan sampai berat dan perlu penanganan untuk memudahkan istirahat secara adekuat dan prose penyembuhan.
- Antikolinergik
R/ : Menghilangkan spasme saluran GI dan berlanjutnya nyeri kolik.
- Anodin supp.
Merilekskan otot rectal dan menurunkan nyeri spasme.

5. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan ditandai dengan :
- Eksaserbasi penyakit tahap akut.
- Peningkatan ketegangan, distress, ketakutan.
- Menunjukkan masalah tentang perubahan hidup.
- Perhatian pada diri sendiri.
Tujuan :
- Orang tua akan menampakkan perilaku rileks dan melaporkan penurunan
kecemasan sampai tingkat mudah ditangani.
- Orang tua akan menyatakan kesadaran perasaan kecemasan dan cara sehat
menerimanya.
Intervensi :
a. Amati petunjuk perilaku mis : gelisah, peka rangsang, menolak, kurang kontak mata, perilaku menarik perhatian.
R/ : Indikator derajat kecemasan/stress. Hal ini dap terjadi akibat gejala fisik kondisi juga reaksi lain.
b. Dorong orang tua untuk mengeksplorasi perasaan dan berikan umpan balik.
R/ : Membuat hubungan teraupetik. Membantu klien/orang terdekat dalammengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress. Klien dengan diare berat/konstipasi dapat ragu-ragu untuk meminta bantuan karena takut terhadap staf.
c. Berikan informasi nyata/akurat tentang apa yang dilakukan mis : tirah baring,
pembatasan masukan peroral dan posedur.
R/ : Keterlibatan klien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan kecemasan.
d. Berikan lingkungan tenang dan istitahat.
R/ : Memindahkan klien dari stress luar meningkatkan relaksasi dan membantu menurunkan kecemasan.
e. Dorong orang tua untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian.
R/ : Tindakan dukungan dapat membantu klien merasa stress berkurang, memungkinkan energi dapat ditujukan pada penyembuhan/perbaikan.

f. Bantu orang tua untuk mengidentifikasi/memerlukan perilaku koping yang
digunakan pada masa lalu.
R/ : Perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah/stress saat ini, meningktkan rasa kontrol diri klien.
g. Bantu orang tua belajar mekanisme koping baru mis : teknik mengatasi stress,
keterampilan organisasi.
R/ : Belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat membantu dalam menurunkan stress dan kecemasan, meningkatkan kontrol penyakit.
6. Kurang pengetahun orang tua (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis kebutuhan pengobatan b/d kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat dan tidak mengenal sumber informai ditandai dengan :
- Pertanyaan, meminta informasi, pernyataan salah konsep.
- Tidak akurat mengikuti instruksi.
- Terjadi komplikasi/eksaserbasi yang dapat dicegah.
Tujuan :
- Orang tua akan menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan.
- Orang tua akan dapat mengidentifikasi situasi stress dan tindakan khusus untuk
menerimanya.
- Orang tua akan berpartisipai dalam program pengobatan.
- Orang tua akan melakukan perubahan pola hidup tertentu.
Intervensi :
a. Kaji persepsi orang tua tentang proses penyakit yang diderita anaknya.
R/ : Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu.
b. Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor penyebab.
Dorong orang tua untuk mengajukan pertanyaan.
R/ : Pengetahuan dasar yang akurat memberikan orang tua kesempatan untuk membuat keputusan informasi/pilihan tentang masa depan dan kontrol penyakit kronis. Meskipun kebanyakan klien tahu tentang proses penyakitnya sendiri, merek dapat mengalami informai yang tertinggal atau salah konsep.
c. Jelaskan tentang obat yang diberikan, tujuan, frekuensi, dosis dan
kemungkinan efek samping.
R/ : Meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program.
d. Tekankan pentingnya perawatan kulit mis : teknik cuci tangan dengan baik
dan perawatan perineal yang baik.
R/ : Menurunkan penyebran bakteri dan risiko iritasi kulit/kerusakan, infeksi.

C. Implementasi (Pelaksanaan dari Intervensi)
D. E v a l u a s i
Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah utama diare dikatakan berhasil/efektif jika :
1. Klien mampu menampakkan hilangnya diare melalui fungsi usus optimal/stabil.
2. Komplikasi minimal/dapat dicegah.
3. Stres mental/emosi keluarga (orang tua) minimal/dapat dicegah dengan menerima kondisi dengan positif.
4. Orang tua mampu mengetahui/memahami/menyebutkan informasi tentang proses penyakit, kebutuhan pengobatan dan aspek jangka panjang/potensial komplikasi berulangnya penyakit.


DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L. & Sowden, Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. Ke-6, Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances & Geissler, Alice C. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Kosasih, E.N. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A & Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 1. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.

Soetjiningsih (1998), Tumbuh Kembang Anak, Jakarta: EGC

Staf Pengajar IKA FK-UI. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak.

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta: EGC.

---------(2004). Apotik Online dan Media Informasi Obat-Penyakit. (medicastore.com. 2004, diakses 25 Maret 2007)

Selasa, 27 April 2010

Tips Badan Sehat dan Bugar Untuk Anda




Hal-hal yang mendukung agar badan bugar dan pikiran sehat :

1. Istirahat yang berkualitas.
Istirahat berhubungan dengan tempat tinggal, aktivitas dan lingkungan. Tidur malam adalah salah satu hal yang paling penting untuk menunjang kesehatan pikiran dan badan. Pastikan anda selalu merasa nyaman untuk tidur malam anda, dengan suasana kamar yang sejuk, tenang (tidak berisik), dan bersih. Tidurlah dengan nyenyak tanpa pikiran selama 7-8 jam.

2. Tempat tinggal yang nyaman, tenang, dan bersih.
Pengaruh dari hal ini akan sangat mengganggu kinerja otak dan faktor psikologis. Bagaimana rasanya kalau setiap hari anda selesai beraktifitas dengan keadaaan suasana rumah yang berisik, bising, kotor dan tidak nyaman? pilihlah baik-baik lingkungan yang tenang, nyaman, dan bersih sebelum anda salah menentukan tempat tinggal yang tepat. Bagaimana otak dan pikiran anda bisa rileks dengan suasana rumah yang seperti pasar?

3. Makan makanan yang sehat.
Pola makan anda akan sangat menentukan kesehatan tubuh dan berpengaruh besar terhadap daya tahan tubuh. Terlebih lagi makanan yang anda makan akan sangat berpengaruh terhadap “bentuk fisik” dari setiap manusia. Kalau anda mau terlihat segar, makanlah makanan yang segar-segar seperti sayur sop, sukiyaki, sayur bayam, ayam rebus, tahu kukus, buah-buah segar, dll. Usahakan proses pembuatan makanan yang anda konsumsi tidak mengandung lemak jenuh yang tinggi, kolesterol, dan zat-zat yang berbahaya seperti pewarna dan pengawet. makanan yang pengolahannya dengan dikukus, direbus atau dipanggang akan lebih baik daripada yang di goreng.

4. Olahraga secara teratur.
Hal yang 1 ini jangan anda sepelekan. Lupa / malas berolahraga seminggu saja dapat membuat otot-otot tubuh menjadi kendur dan tubuh anda akan terasa loyo serta pikiran anda menjadi mumet. Selalu buat jadwal yang baik untuk berolahraga, misal: seminggu 3 kali atau setiap hari pun juga tidak apa-apa. Olahraga yang baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh, melancarkan peredaran darah dan menguatkan otot-otot yang kendur. Vitalitas anda akan tetap terjaga sepanjang hari.

5. Manajemen pikiran / pola pikir.
Hidup ini memang kompleks, setiap orang pasti dirundung masalah. Pikiran anda harus back to nature, maksudnya pikirkanlah apa yang harus anda lakukan untuk diri anda sendiri. Miasl: pola makan, pola tidur, pola akrifitas, rekreasi, dsb. Jangan campur adukkan pikiran anda dengan orang lain. Hadapi saja apa yang sedang anda alami saat ini, toh tidak selamanya anda bakal hidup seperti itu. Yang terpenting: buat perencanaan untuk masa depan anda, jangan urusin orang lain. Dan 1 lagi yang harus anda ingat, selalu dekatkan diri anda dengan Tuhan dan “berkomunikasilah” denganNya sesering mungkin.

(http://tubuhsehat.blogdetik.com/)

Senin, 26 April 2010

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN PROTEIN DAN ENERGI MALNUTRISI

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN PROTEIN DAN ENERGI MALNUTRISI

I. Pendahuluan

Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan makanan dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat bervariasi dan masih merupakan masalah yang pelik. Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah malnutrisi energi dan protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis MEP yang tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit), dibantu dengan pemeriksaan laboratorium (Ngastiyah, 1997).

II. Klasifikasi

Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut:

1) Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)

2) Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)

3) Berat badan <60% style=""> : marasmus (MEP berat)

4) Berat badan <60% style=""> : marasmik kwashiorkor (MEP berat)

(Ngastiyah, 1997)

Kwashiorkor adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi protein. Penyakit kwashiorkor pada umumnya terjadi pada anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah karena tidak mampu menyediakan makanan yang cukup mengandung protein hewani seperti daging, telur, hati, susu dan sebagainya. Makanan sumber protein sebenarnya dapat dipenuhi dari protein nabati dalam kacang-kacangan tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua, anak dapat menderita defisiensi protein.

Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.

III. Gambaran Klinik dan Diagnosis

Gambaran klinik antara Marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya berbeda walaupun dapat terjadi bersama-sama (Ngastiyah, 1997)

A. Gambaran Klinik Kwashiorkor:

Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar)

Tabel 1: Perkiraan Berat Badan (Kg)

1. Lahir 3,25

2. 3-12 bulan (bln + 9) / 2

3. 1-6 tahun (thn x 2) + 8

4. 6-12 tahun {(thn x 7) – 5} / 2

(Soetjiningsih, 1998, hal. 20)

Tabel 2: Perkiraan Tinggi Badan (Cm)

1. 1 tahun 1,5 x TB lahir

2. 4 tahun 2 x TB lahir

3. 6 tahun 1,5 x TB 1 thn

4. 13 tahun 3 x TB lahir

5. Dewasa 3,5 x TB lahir = 2 x TB 2 thn

(Soetjiningsih, 1998, hal. 21)

Perubahan mental (cengeng atau apatis)

Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat)

Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)

Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)

Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran crazy pavement dermatosis.

Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin dengan batas yang tegas)

Anemia akibat gangguan eritropoesis.

Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.

Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus.

Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan terjadinya perubahan degeneratif pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi fili usus, osteoporosis dan sebagainya).

B. Gambaran Klinik Marasmus:

Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot-otot atrofi

Perubahan mental (cengeng, sering terbangun tengah malam)

Sering diare, warna hijau tua, terdiri dari lendir dengan sedikit tinja.

Turgor kulit menurn, tampak keriput karena kehilangan jaringan lemak bawah kulit

Pada keadaan marasmik yang berat, lemak pipi juga hilang sehingga wajah tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol

Vena superfisial tampak lebih jelas

Perut membuncit dengan gambaran usus yang jelas.

IV. Konsep Asuhan Keperawatan Marasmik-Kwashiorkor

A. Riwayat Keperawatan

Riwayat Keluhan Utama

Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.

Riwayat Keperawatan Sekarang

Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).

Riwayat Kesehatan Keluarga

Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.

Pengkajian Fisik

Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.

Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:

Penurunan ukuran antropometri

Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)

Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra

Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal)

Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare.

Edema tungkai

Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik normokrom karenaadanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat ditemukan pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah:

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.

Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare.

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.

Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial.

Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan

RENCANA KEPERAWATAN

1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare (Carpenito, 2000, hal. 645-655).

Tujuan : Klien akan menunjukkan pening-katan status gizi.

Kriteria:

Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang.

Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program dietetik.

Intervensi


Rasional

1. Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien

2. Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.

3. Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.

4. Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.



1. Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.

2. Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.

3. Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan memenuhi defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.

4. Menilai perkembangan masalah klien.

2) Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare(Carpenito, 2000, hal. 411-419).

Tujuan : Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat.

Kriteria:

Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang terjadi.

Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas normal, frekuensi defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi padat/semi padat).

Intervensi


Rasional

Lakukan/observasi pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai program rehidrasi.

Jelaskan kepada keluarga tentang upaya rehidrasi dan partisipasi yang diharapkan dari keluarga dalam pemeliharan patensi pemberian infus/selang sonde.

Kaji perkembangan keadaan dehidarasi klien.

Hitung balans cairan.



Upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kekurangan volume cairan.

Meningkatkan pemahaman keluarga tentang upaya rehidrasi dan peran keluarga dalam pelaksanaan terpi rehidrasi.

Menilai perkembangan masalah klien.

Penting untuk menetapkan program rehidrasi selanjutnya.

3) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat (Carpenito, 2000, hal. 448-460).

Tujuan : Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.

Kriteria:

Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.

Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar usia.

Intervensi


Rasional

1. Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai usia anak.

2. Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet pemulihan.

3. Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.

4. Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.

5. Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan (Puskesmas/Posyandu)



1. Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak.

2. Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan toleransi sistem pencernaan.

3. Menilai perkembangan masalah klien.

4. Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa dan personal/sosial.

5. Mempertahankan kesinambungan program stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan memberdayakan sistem pendukung yang ada.

4) Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial (Carpenito, 2000, hal. 575-580).

Tujuan : Klien tidak mengalami aspirasi.

Kriteria:

Pemberian makan/minuman per sonde dapat dilakukan tanpa mengalami aspirasi.

Bunyi napas normal, ronchi tidak ada.




Rasional

1. Periksa dan pastikan letak selang sonde pada tempat yang semestinya secara berkala.

2. Periksa residu lambung setiap kali sebelum pemberian makan-an/minuman.

3. Tinggikan posisi kepala klien selama dan sampai 1 jam setelah pemberian makanan/minuman.

4. Ajarkan/demonstrasikan tatacara pelaksanaan pemberian makanan/ minuman per sonde, beri kesempatan keluarga melakukan-nya setelah memastikan keamanan klien/kemampuan keluarga.

5. Observasi tanda-tanda aspirasi.



1. Merupakan tindakan preventif, meminimalkan risiko aspirasi.

2. Penting untuk menilai tingkat kemampuan absorbsi saluran cerna dan waktu pemberian makanan/minuman yang tepat.

3. Mencegah refluks yang dapat menimbulkan aspirasi.

4. Melibatkan keluarga penting bagi tindak lanjut perawatan klien.

5. Menilai perkembangan masalah klien.

5) Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan (Carpenito, 2000, hal. 799-801).

Tujuan : Klien akan menunjukkan jalan napas yang efektif.

Kriteria:

Jalan napas bersih dari sekret, sesak napas tidak ada, pernapasan cuping hidung tidak ada, bunyi napas bersih, ronchi tidak ada.



Intervensi


Rasional

Lakukan fisioterapi dada dan suction secara berkala.

Lakukan pemberian obat mukolitik /ekspektorans sesuai program terapi.

Observasi irama, kedalaman dan bunyi napas.



Fisioterapi dada meningkatkan pelepasan sekret. Suction diperlukan selama fase hipersekresi trakheobronkhial.

Mukolitik memecahkan ikatan mukus; ekspektorans mengencerkan mukus

(http://ns-nining.blogspot.com)

Kamis, 22 April 2010

Askep DHF

D H F

KONSEP MEDIS

1. Pengertian
Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorrhagic Fever, selanjutnya disingkat dengan DHF) ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam , nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. (Buku Ajar Penyakit Dalam, Balai penerbit FK UI, Hal. 417)

2. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh Virus Dengue termasuk group B Arthropod Borne virus (Arboviruses) dan sekarang dikenal sebagai Genus Flavirus, Family Flaviridiae, dan mempunyai empat serotype, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan anti body seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. (Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 80)

3. Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang berperan pada penularan infeksi Dengue, yaitu manusia, virus, dan vector perantara. Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty. Nyamuk Aedes Albipictus, Aedes Polinesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat pula menularkan ini tetapi kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat menularkan Virus Dengue kepada manusia baik secara lansung yaitu setelah menggigit orang yang sedang mengalami viremia; maupun secara tidak lansung setelah melalui masa inkubasi didalam tubuhnya selama 8-10 hari (ekstrinsic incubation period). Pada manusia diperlukan waktu sekitar 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk kedalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuhnya , maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 3-5 hari. (Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 80-81
4. Patogenesis
Virus merupakan mikro organisme yang hanya dapat hidup dalam sel hidup, maka demi kelansungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai penjamu (host) terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan penjamu, persaingan akan sembuh sempurna dan timbul antibody atau perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah kontropersi. Dua masalah yang umum dipakai dalam menjelaskan patogenesis pada DBD dab SSD, yaitu Hipotesis Infeksi Sekunder (teori secondary heterologous) atau Hipotesis Immune Enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak lansung bahwa pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan virus dengue serotipe yang heterolog mempunyai risiko lebih besar untuk kemungkinan mendapatkan DBD/SSD. Anti bodi heterolog yang telah ada dalam tubuh sebelumnya akan mengenali virus yang menginfeksi kemudian dan membentuk Kompleks Antigen Anti Body yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor membran leukosit terutama Makrofag. Oleh kerena anti body adalah heterolog, maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh dan bebas replikasi didalam makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai Antibodiy Devenden Enhacement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue didalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Hipotesis kedua menyatakan bahwa Virus Dengue sama halnya dengan virus binatang yang lain, secara genetik dapat berubah sebagai akibat dari tekanan pada seleksi sewaktu virus malakukan replikasi pada tubuh manusia maupun nyamuk. Disamping itu terdapat beberapa strain virus yang mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah lebih besar. Ekspresi fenotik dari perubahan fenotik didalam genon virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, virulensi, dan potensi terjadinya wabah. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologik dan laboratorium.
Sebagai tanggapan terhadap virus infeksi tersebut. Terjadi (1) aktivitas sistem komplemen sehingga dikeluarkan Zat Anafilatoksin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intra vaskuler ke ekstra vaskuler (plasme lekage); (2) Agregasi trombosit sehingga jumlah Trombosit menurun, apabila kejadian ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi Trombosit sebagai akibat mobilisasi Sel Trombosit muda dari sumsum tulang, dan (3) Kerusakan Sel Endotel pembuluh darah yang akan meransang/mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut dapat mengakibatkan; (a) Peningkatan permeabilitas Kapiler sehingga mengakibatkan perembesan Plasma, Hipovolemia, dan Syok. Perembesan Plasma pada DBD mengakibatkan adanya cairan didalam Rongga Pleura dan Rongga Peritonial yang berlansung singkat, selama 24-48 jam; (b) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombosotopenia, dam koagulopati, sehingga mengakibatkan perdarahan hebat. (Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 82-83)

5. Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma keruang ekstra selular.
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam dan bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hiperemi tenggorokan dan hal-hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran Hati (hepatomegali) dan pembesaran Limpa. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan kurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi (peningkatan Hematokrik >20%) menunjukkan adanya kebocoran (perembesan) plasma (plasma lekage) sehingga nilai Hematokrik menjadi lebih penting untuk menjadi ukuran patokan pemberian cairan intra vena. Setelah dilakukan pemberian cairan intra vena, peningkatan jumlah trombisit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan intra vena harus dikurangi kecpatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yanga akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengakibatkan renjatan.




































Gambar 1. Patofisologi virus dengue
(Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 74)

Jika renjatan dan hipovolemia berlansung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik acidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.
Ganguan Hemostasis pada penderita DHF menyangkut tiga faktor yaitu: perubahan vaskuler, trombositopenia, dan gangguan koagolasi.
Spektrum Klinis
Infeksi virus dengue memperlihatkan spektrum klinis yang berpariasi, dari derajat ringan sampai berat. Infeksi Dengue yang paling ringan dapat tidak menimbulkan gejala (Silent Dengue Infection), diikuti oleh Demam Dengue (DD), dan Demam Berdarah Dengue (DBD). Manifestasi klinis dari infeksi Dengue yang ringan akan sembuh dengan sendiri tanpa pengobatan (Self Limiting); sedangakan DD dan DBD memerlukan pemantauan dan pengobatan yang baik. Oleh karena itu pada DD dapat disertai perdarahan dan DBD dapat disertai syok dan perdarahan. Secara epidemiologis, infeksi Virus Dengue yang ringan dan tidak memerlukan pengobatan khusus jauh lebih banyak dibandingkan dengan infeksi Dengue berat.
(Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 85-86)

Perjalanan penyakit DBD
Demam Dengue/DBD mempunyai perjalanan penyakit yang sulit diramalkan. Pada umumnya semua pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari. Kemudian diikuti dengan fase kritis selama 3 hari. Pada fase kritis ini suhu turun, dan risiko terjadinya SSD meningkat yang kadang-kadang dapat bersifat fatal bila tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Apabila timbul perdarahan atau syok, maka harus segera diberi pengobatan yang cepat dan tepat. Dengan memperhatikan perjalanan penyakit dan memberikan pengobatan yang adekuat dapat menurunkan kematian.
Patofisiologi penting untuk membedakan DBD dengan penyakit lain adalah dengan adanya gangguan hemostasis dan peningkatan permeabilitas vaskuler yang menyebabkan terjadinya perembesan plasma. Gambaran klinik DBD cenderung klasik dawali dengan demam tinggi mendadak, diastesis hemoragic (terutama pada kulit), hepatomegali, dan gangguan sikulasi (pada kasus yang akan terjadi syok) oleh sebab itu diagnosis klinis DBD secara dini sebelum masuk fase kritis atau fase syok, dapat ditegakkan dengan memperhatikan tanda klinis dibantu dengan adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi sebagai akibat gangguan hemostasis dan perembesan plasma. (Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 87)

Pengenalan Penyakit DD, DBD, dan SSD
Perjalanan penyakit infeksi virus didalam tubuh manusia sangat tergantung dari interaksi antara kondisi imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu maka infeksi virus dengue dapat tidak bergejala (asimtomatik) ataupun bermanifestasi klinis ringan yaitu demam tanpa penyebab yang jelas (uddiferential febrile illnes), demam dengue (DD) dan bermanifestasi berat yaitu demam berdarah dengue (DBD) tanpa syok atau Sindrom Syok Dengue (SSD).

DEMAM DENGUE (DD)
Demam dengue adalah penyakit demam akut selama 2-7hari dengan 2 atau lebih manistasi sebagai berikut: nyeri kepala, nyeri retro orbital, mialgia dan ruam kulit,manifestasi perdarahan dan leukopenia.

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Pada awal perjalanan penyakit, DBD dapat menyerupai kasus DD dengan kecenderungan perdarahan dengan satu manifestasi klinis atau lebih yaitu:
- Uji tourniquet positif
- Petekie, ekimosis atau purpura
- Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gusi)
- Hematemesis atau melena
- Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/mm3) - Hemokonsentrasi sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler dengan manifestasi satu atau lebih yaitu: o Peningkatan hematokrik >20% dibanding standar sesuai umur dan jenis kelamin
o Penurunan hematokrik dibawah 20% setelah mendapat pengobatan cairan
o Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura , asites atau peritonemia





























Gambar 2.
Spektrum klinis infeksi virus dengue. (Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 86)

SINDROM SYOK DENGUE (SSD)
Kriteria yang telah disebutkan diatas ditambah dengan manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat, tekanan nadi menurun (<20 mmhg), hipotensi (sesuai umur), kulit dingin dan lembab, dan pasien tampak gelisah. (Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 85-87) 6. Gambaran Klinis Dalam menegakkan diagnosis DBD , beberapa indikator yang penting untuk mendapat perhatian, anatara lain: INDIKATOR TANDA DEMAM BERDARAH Tanda Dini infeksi Dengue  Demam tinggi  Facial flushing  Tidak ada tanda ISPA  Tidak tampak fokal infeksi  Uji tourikuet positif  Trokbositopenia  Hematokrik naik Indikator Fase syok:  Hari sakit ke 4-5  Suhu turun  Nadi cepat tanpa demam  Tekanan nadi turun/hipotensi  Leukopenia <5000/mm3 WHO memberikan pedoman untuk membantu menegakkan diagnosis demam berdarah secara dini disamping menentukan derajat beratnya penyakit. Klinis: o Demam memdadak tinggi o Perdarahan (termasuk uji bendung +) seperti petekie, epistaksis, hematemesis, dan lain-lain. o Hepatomegali o Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi dibawah 20 mmHg, atau hipotensi disertai gelisah dan akral dingin Laboratoris:  Trombositopenia (<100.000/ul)  Hemokonsentrasi (kadar Ht lebih dari 20% dari normal) Dua gejala klinis pertama ditambah dua gejala laboratoris dianggap cukup untuk menegakkan diagnosis kerja DBD. Beratnya penyakit: Derajat I : Demam mendadak dengan uji bendung + Derajat II : Derajat satu ditambah perdarahan spontan Derajat III: Nadi cepat dan lemah, takanan nadi dibawah 20 mmHg hipotensi an akral dingin Derajat IV: Syok berat, nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur (Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 97-98) KEGAWAT DARURATAN DHF/DBD Manifestasi klinik utama DBD adalah demam tinggi (>39ºC sampai hiperporeksia 40-41ºC) hepatomegali, fenomena perdarahan dan gagal sorkulasi. Sering terdapat keluhan epigastrik, nyeri tekan pada pinggir kosta kanan dan nyeri abdomen menyaluruh dan mungkin disertai kejang, kegawatan DBD adalah kegawatan medik akut yang terutama melibatkan sistem hematologi dan cardiovaskuler.
Fenomena perdarahan atau gangguan hemostasis pada DBD berkaitan dengan perubahan vaskuler, penuruan jumlah trombosit (<100.000/mm³). Dan koagulopati. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petekie, purpura, ekimosis. Dan perdarahan saluran cerna hematemesis dan melena. Disfungsi sirkulasi atau syok pada DBD, dengue syok sindrom (DDS) yang biasanya terjadi sesudah hari ke 2-7, disebabkan oleh peningkatan pemeabilitas paskuler sehingga terjadi plasma lekage, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritonium, hipoproteinemia, hemokonsentrasi, dan hipovolemia yang mengakibatkan venous return, preload miokard, volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ. Gangguan perfusi ginjal ditnadai oleh oliguria atau anuria dan gangguan perfusi susunan saraf pusat ditandai dengan penurunan kesadaran. Pada fase awal SSD fungsi organ vital mempertahankan dari hipovolemia dari sistem hemostasis dalam bentuk takikardia, vasokontriksi pembuluh, penguatan kontraklitas miokard, takipnea, hiperpnea dan iperventilasi , vasokontriksi perifer mengurangi perfusi non essensial dikulit yang menyebabkan sianosis, penurunan suhu permukaan tubuh dan pemanjangan waktu pengisian kapiler ( >5 detik). Perbedaan suhu kulit dan suhu tubuh yang >2ºC menunjukkan mekanisme hemostasis masih utuh. Pada tahap SSD kompensi curah jantung dan tekanan darah normal kembali.
Penurunan takanan darah merupakan manifestasi lambat SSD, berarti sistem hemostasis sudah terganggu dan kelainan hemodinamik sidah beratm, sudah terjadi kompensasi. Mula-mula tekanan nadi turun, <20mmhg misalnya 100/90, karenan tekanan sistolik turun sampai sesuai dengan penurunan venous return dan volumem sekuncup dan tekanan diastolik meninggi sesuai dengan peningkatan tonus vaskuler. SSD belanjut dengan kegagalan mekanisme homeostasis . Efektifitas dan intrgritas sistem kardiovaskuler rusak, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi makro dan mikroterganggu, dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan ireversibel, terjasdi kerusakan sel dan organ dan pasiaen0 akan meninggal dalam 12-24 jam. (Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 137) 7. Test diagnostik Pemeriksaan Laboratorium a. Darah Terjadi trombositopenia (kurang dari 100.000/ml) dan tingginya nilai hematoksit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa konyalesin. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia serta hipokalemia, SGOT, SGPT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat. b. Air seni Mungkin ditemukan albuminuria ringan c. Sumsum tulang Pada awal sakit biasanya hiposeluler kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi, sedangkan pada hari ke-10 biasanya sudah kembali normal untuk semua sistem d. Serologi  Uji serologi memakai serum ganda yaitu serum diambil pada masa akut dan konvasalen yaitu uji pengikatan komplemen (pk), uji netralisasi (NT) dan uji dengan dengue blot. Pada uji ini dicari kenaikan antibodi anti dengue sebanyak minimal 4 kali.  Uji serologi memakai serum tunggal yaitu uji dengue blot yang mengukur antibodi anti dengue tanpa memandang kelas antibodinya, uji IgM anti dengue yang mengukur hanya antibodi anti dengue dari kelas IgM. Pada uji ini yang dicari adalah ada tidaknya titer tertentu antibodi anti dengue. 8. Penatalaksanaan Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simptomatik dan suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yanga memadai, cairan ksistoloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap jika diperlukan. (Demam Berdarah dengue, fak. Kedokteran UI, Hal 104) a. DHF tanpa penyulit :  Tirah baring  Makanan lunak, bila belum ada nafsu makan dianjurkan minum air sebanyak 1,5 – 2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau sirup) atau air tawar ditambah dengan garam saja  Medikamentosa yang bersifat simptomatis untuk hiperpireksia dapat diberi kompres air hangat di kepala, ketiak dan punggung, hindari pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan  Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder  Observasi teliti tanda dini syok seperti pengawasan secara periodik terhadap keadaan umum nadi, tekanan darah, pernapasan, ujung jari, kulit. Hematokrit dan trombosit setiap hari bahkan bila perlu 4 – 6 jam sekali.  Indikasi pemberian IVFD pada penderita tanpa syok ialah :  Apabila penderita terus menerus muntah sehingga tidak mungkin diberikan makanan peroral sedangkan muntah-muntah mengancam terjadinya dehidrasi dan asidosis  Apabila didapatkan nilai hematokrit yang cenderung terus meningkat b. Dengan syok sindrom  Beri cairan laktat ringer pada renjatan berat cairan diberikan secara diguyur bila venakolaps caiaran diberikan semprit dengan paksaan dimasukkan 100 – 200 ml kemudian dilanjutkan dengan tetesan. URUTAN TATALAKSANA KEGAWATAN DBD/DHF 1. Penimbangan berat badan Berat badabn perlu ditimbang sebagai dasar perhitungan pemgobatan dan untuk menilai perjalanan penyakit. 2. Tunjangan hidup dasar Obat pertama yang diberikan pada DBD adalah oksigen. Hipoksemia harus dicegah dan dikoreksi. Tatalaksana kegawatan DBD selalu dimulai dengan resusitasi jantung paru yang memastikan jalan nafas terbuka dan pernafasan adekuat. 3. Akses vena Buat akses vena dan ambil contoh darah untuk analisa gas darah, kadar hemoglobin, hemotokrit jumlah trombosit, golongan darah dan crossmatch, ureum, kreatinin, elektrolit Na, K, Cl, Ca, Mg, P dan asam laktat. 4. Kateter urine Pasang kateter urine dan lakukan penampungan urine, urinalisasi dan pengukuran berat jenis urine. Diuresis dihitung setiap jam (normsl: 2-3 ml/kgbb/jam) bila diuresis kurang dari normal berarti terdapaat hipoperfusi ginjal. 5. Pipa oro/nasogastrik Berguna untuk dekompressi, memantau perdarahan saluran cerna (gastritis stress) melakukan bilasan lambung dengan garam fisiologis. Gastritis strees biasanya memberi respon baik terhadap pembilasan lambung dan koreksi hemodinamika. 6. Resusitasi cairan Tujuannya adalah menyelamatkan otak dari hipoksik iskemik, melaului oeningkatan reload dan curah jantung, mengembalikan sirkulasi efektif, mengembalikan oxigen carrying capacity dan mengorekso gangguan metabolik dan elektrolit. 7. Rawat di PICU Untuk memantau dan mengantisipasi perubahan sirkulasi dan metabolik dan memberikan tinfakan suportif dan intensif. 8. Obat-obatan Umumnya kegawatan DBD dapat siatasi dengan tunjangan ventilasi, pemberian oksigen dan resusitasi cairan. Obat yang mungkin perlu diberikan saat resusitasi adalah bolis epinefrin, sodium bikarbnat, atropin, glukosakalsium clorida, dan pasca resusutasi untuk stabilisasi adalah infus epinefrin, dopamin dan dobutamin. 9. Diagnosis Banding A. Infeksi bakteri, virus atau infeksi protozoa. B. Demam cikungunya C. Penyakit infeksi misalnya sepsis, meningitis, meningokokus. D. Idiopatik thrombocitopenic purpura (ITP) E. Leukemia atau anemia aplastik 10. Prognosis Prognosis DBD tergantung dari saat diagnosis perembesan plasma ditegakkan, yaitu saat terjadi penurunan trombosit disertak dengan peningkatan hematokrik. Fase kritis adalah saat suhu turun yaitu setelah hari ketiga. Penurunan jumlah trombosit menjadi <100.000/mm3 atau kurang dari 1-2 trombosit /lapangan pandang besar (LPB) dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10 lpb, pada umunya terjadi sebelum terdapat peningkatan hamatokrik yaitu sebelum suhu turun. Peningkatan hematokrik >20% (misalnya dari 35% menjadi 42%) menggambarkan perembesan plasma sehingga diperlukan terapi cairan intravena. Pemberian cairan sebagai penggani kehilangan plasma dengan larutan garam isotonik dapat mengurangi derajat beratnya penykit dan mencegah terjadinya syok. (Demam Berdarah dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 138)


KONSEP KEPERAWATAN
Data dasar pengkajian pasien
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, malaise
Gangguan pola tidur
b. Sirkulasi
Tanda : perasaan dingin meskipun pada ruangan hangat
Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal.
Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik); lemah/lembut/mudah hilang, takikardia ekstrem (syok), nadi lemah
Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 mengakibatkan disfungsi miokard, efek dari asidosis/ketidak seimbangan elektrolit.
Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki
c. Integritas ego
Tanda : gelisah
d. Eliminasi
Gejala : diare
e. Makanan/cairan
Gejala : anoreksia, haus, sakit saat menelan
Mual,muntah
Perubahan berat badan akhir-akhir (meningkat/turun)
Tanda : penurunan berat badan, penurunan massa otot (malnutrisi)
Kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk
Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut
f. Hygiene
Tanda : ketidakmapuan mempertahankan perawatan diri
Bau badan
Lidah kotor
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala
Nyeri tekan epigastrik
Nyeri pada anggota badan, punggung, sendi

h. Perdarahan
Tanda : perdarahan di bawah kulit (petekie), perdarahan gusi, epistaksis sampai perdarahan yang hebat berpa muntah darah akibat perdarahan lambung, melena, hematuria nasip
i. Keamanan
Keluhan/ : gangguan koordinasi/cara berjalan
Gejala Hipotensi postural
j. Pembelajaran/penyuluhan
Gejala : riwayat keluarga berpenyakit inflamasi
Pertimba : rerata lamanya dirawat 5-7 hari
ngan ren bantuan dengan pemantauan-diri TD
cana pemu perubahan dalam terapi obat
langan

Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh/hipertermi berhubungan dengan viremia
Tujuan : Klien akan menunjukkan/mendemonstrasikan suhu tubuh dalam batas normal, bebas dari kedinginan.
Intervensi
a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola); perhatikan menggigil/diaforesis
rasional : suhu 38,9 0 -41,1 0 C menunjukan proses infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis. Menggigil sering mendahului puncak suhu.
b. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur , sesuai indikasi
rasional : Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
c. Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alkohol
rasional : Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan air es/alkohol mungkin menyebebkan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit.
d. Kolaborasi pemberian anripiretik
rasional : mengurangi demam dengan aksi sentral pada hipotalamus.
e. Anjurkan pasien banyak minum bila perlu minuman mengandung isotonik
rasional : menggantikan cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi panas tubuh
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
Tujuan : Klien akan menunjukkan/mendemonstrasikan suhu tubuh dalam batas normal. Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima. Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal pasien
Intervensi
a. Pantau TD. Ukur pada kedua tangan/paha untuk evaluasi awal. Gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat.
rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vascular. Hipertensi berat dilasifikasikan pada orang dewasa sebgai peningkatan tekana diastolik sampai 130; hasil pengukuran diastolik diatas 130 dipertimbangkan sebagai peningkatan pertama, kemudian maligna. Hipertensi sistolik juga merupakan factor risiko yang ditentukan untuk penyakit serebrovaskuler dan penyakit iskemi jantung bila tekanan diastolic 90 -115
b. Catat keberadaaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
rasional : denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati/terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi (peningkatan SVR) dan kongesti vena
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium (peningkatan volume/tekanan atrium). Perkembangan S3 menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi. Adanya krakles, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
rasional : adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
e. Catat edema umum/tertentu
rasional : mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vascular
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas/keributan lingkungan. Batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal
rasional : membantu untuk menurunkan rangsang simpatis;meningkatkan relaksasi
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat di tempat tidur/kursi;jadwal periode istirahat tanpa gangguan;bantu pasien melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kebutuhan
rasional : menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi
h. Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur
rasional : mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang simpatis
i. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi,aktivitas pengalihan
rasional : menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan TD
3. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan : klien akan menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi :
a. catat status nutrisi pasien : turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/muntah atau diare
rasional : berguna dalam mendefenisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat
b. kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai
rasional : membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien
c. monitor intake dan output secara periodic
rasional : mengukur keefektifan nutrisi dan cairan
d. catat adanya anoreksia, mual, muntah dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi buang air besar (BAB)
rasional : dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi
e. anjurkan bedrest
rasional : membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik
f. lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan
rasional : mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan dapat merangsang muntah
g. anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
rasional : memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster
h. rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet
rasional : memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolic dan diet
i. bicarakan dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1 – 2 jam sebelum/setelah makan
rasional : membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat
j. awasi pemeriksaan laboratorium (BUN, protein serum dan albumin)
rasional : nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi
k. kolaborasi pemberian antipiretik yang tepat
rasional : demam meningkatkan kebutuhan metabolic dan konsumsi kalori
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
Tujuan : klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri.
Intervensi :
a. Tingkatkan tirah baring. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai keperluan
rasional : meningkatkan istirahat dan ketenangan. Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan. Aktivitas dan duduk tegak diyakini menurunkan aliran darah ke kaki, yang mencegah sirkulasi optimal ke sel hati
b. Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi
rasional : meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan risiko kerusakan jaringan
c. Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi
rasional : memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan
d. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, Bantu melakukan latih rentang gerak sendi pasif/aktif
rasional : tirah baring lama dapat menurunkan kemagmpuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat

e. Dorong penggunaan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan imaginasi. Berikan aktivitas hiburan yang tepat contoh menonton TV, radio, membaca
rasional : meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping
f. kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : sedative, agen atisietas contoh diazepam (valium), lorazepam (ativan)
rasional : membantu dalam manajemen kebutuhan tidur.
5. Kecemasan berhubungan dengan koping in efektif/kurang informasi tentang penyakit
Tujuan : klien akan menunjukan kecemasan berkurang sampai tingkat dapat di atasi. Mengerti tentang proses penyakit dan pengobatannya
Intervensi :
a. Observasi tingkah laku yang menunjukan tingkat kecemasan
rasional : Kecemasan ringan dapat ditunjukan dengan peka rangsang dan insomnia, kecemasan berat yang berkembang ke dalam keadaan panic dapat menimbulkan perasaan terancam, terror, ketidak mampuan untuk bicara dan bergerak, berteriak-teriak / bersumpah-sumpah
b. Jelaskan prosedur, lingkungan sekeliling atau mungkin suara yang didengar oleh pasien
rasional : Memberikan informasi akurat yang dapat menurunkan distorsi / kesalahan interpretasi yang dapat berperan reaksi ansietas atau ketakutan
c. Kurangi stimulasi dari luar, tepatkan pada ruang yang tenang, berikan kelembutan, music yang nyaman, kurangi lampu yang terlalu terang, kurangi orang yang berhubungan dengan pasien
rasional : Menciptakan lingkungan yang terapeutik, menunjukan penerimaan bahwa aktifitas untuk / personal dapat meningkatkan asietas pasien.
d. Kolaborasi pemberian obat antiansietas (transguilizer, sedatif) dan pantau efeknya
rasional : Dapat digunakan bersamaan dengan pengobatan

ASUHAN KEPERAWATAN DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN DIANGKAT PADA PASIEN DBD/DHF
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) sehubungan dengan viremia.
2. Nyeri sehubungan dengan proses patologis penyakit.
3. Ganggauan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
4. Gangguan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
5. Gangguan pola tidur sehubungan dengan sakit kepala dan gangguan dan pegal-pegal seluruh tubuh.
6. Gangguan mobilisasi sehubungan dengan nyeri.
7. Potensial terjadi perdarahan intra abdominal deubungan dengan trombositopenia.
8. Potensial terjadi syok hipovolemia sehubungan dengan kehilangan cairan tubuh
9. Gangguan pola eliminasi sehubungan dengan konstipasi
10. Potensial terjadi komplikasi metabolik acidosis
11. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan DHF sehubungan dengan kurangnya informasi
12. Kecemasan sehubungan dengan koping in efektif/kurang informasi ttg penyakit
13. Gangguan proses keluarga sehubungan dengan anggota keluarga yanga dirawat dirumah sakit
14. Potensial infeksi sehubungan dengan tindakan inpasif
15. Potensial terjadi reaksi transfusi
16. Kurang polume cairan tubuh sehubunga dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
17. Potensial terjadi plebitis berhubungan dengan pemasangan infus.
18. Potensial terjadi kelebihan cairan sehubungan dengan pemberian cairan intra vena.
19. Gangguan integritas jaringan sehubungan dengan perdarahan akibat trombositopenia.
(Cristantie Effendi, Perawatan Pasien DHF, EGC, Hal. 27-28)











DAFTAR PUSTAKA

Chriatanti Effendy: Perawatan pasien DHF, Penerbit Buku Kedokteran EGC, jakarta 1995

Doenges Marilynn E,: Rencana Asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatam pasien , edisi 3, penerbit buku kedokteran EGC, jakarta 1999

H.M. Sjaeffollah Noer, Prof. Dr. dkk: Buku Ajar Penyakit Dalam, edisi ketiga, balai penerbit FKUI Jakarta1996.

Sri Reseki H. Hadinegoro, Dkk: Demam berdarah Dengue Naskah lengkap, Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 1999.

Selasa, 20 April 2010

ASKEP GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)

GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)

A. Anatomi Fisiologi
Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada, yaitu diantara kedua paru-paru, pericardium yang meliputi jantung terdiri dari 2 lapisan : pericardium viceralis dan pericardium parietalis. Jantung sendiri terdiri dari tiga lapisan : epikardium, miokardium dan endokardium.
Atrium secara anatomi terpisah dari ruang jantung bawah (ventrikel) oleh suatu annulus fibrosus. Keempat katub jantung terletak dalam ruang ini.
Katub jantung berfungsi memprtahankan aliran darah searah melalui bilik-bilik jantung . Ada dua jenis katub : katub atrioventrikularis yang memisahkan atrium dan ventrikel dan katub semilunaris yang memisahkan arteria pulmonalis dan aorta dari ventrikel yang bersangkutan.
Anulus fibrosus diantara atrium dan ventrikuler memisahkan ruangan ruangan ini baik secara natomis maupun elektris. Untuk menjamin rangsang ritmik dan sinkron , serta kontraksi otot jantung , terdapat jalur konduksi khusus dalam miokardium. Jaringan konduksi ini memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Otomatisasi : kemampuan menghasilkan impuls secara spontan.
2. Ritmisasi : pembangkitan impuls yang teratur.
3. Konduktivitas : kemampuan untuk menyalurkan impuls.
4. Daya rangsang : kemampuan untuk menanggapi stimulasi.
Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi otot jantung. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium mellui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil. Untuk dapat mengetahui akibat dari penyakit jantung koroner, maka kita harus mengenal terlebih dahulu distribusi arteri koronaria keotot jantung dan sistem penghantar.
Sistem kardiovaskuler banyak dipersarafi oleh serabut-serabut sistem saraf otonom yaitu simpatis dan parasimpatis dengan efek yang saling berlawanan dan bekerja bertolak belakang.
B. Pengertian
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari defenisi ini adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebtuhan metabolic tubuh, kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium ; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulai dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya.
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai. Defenisi ini mencakup segal kelainan dari sirkulasi yang mengakibatkan perfusi jaringan yang tidak memadai, termasuk perubahan dalam volume darah, tonus vaskuler dan jantung. Gagal jantung kongetif adlah keadaan dimana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompenstoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan dengan istilah yang lebih umum yaitu. Gagal sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan bebabn sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau sebab-sebab diluar jantung, seperti transfusi yang berlebihan atau anuria.
C. Etiologi dan Patofisiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada imfark miokardium dan kardiomiopati.
Faktor-fktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanana sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru dan emboli paru-paru. Pennganan yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis dan penykit yang mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.
D. Patofisiologi
Kelaina intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel.
Tekanan rteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seprti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjdi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub atrioventrikularis atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan kordatendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga meknisme primer yang dapat dilihat; meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban awal akibat aktivasi istem rennin-angiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curh jantung. Meknisme-meknisme ini mungkin memadai untuk mempertahnkan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini, pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan pad kerj ventrikel dan menurunnya curah jntung biasanya tampak pada keadaan berktivitas. Dengn berlanjutny gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin luring efektif.
E. Penanganan
Gagal jantung ditngani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium, baik secar sendiri-sendiri maupun gabungan dari : beban awal, kontraktilitas dan beban akhir.Penanganan biasanya dimulai ketika gejala-gejala timbul pad saat beraktivitas biasa. Rejimen penanganan secar progresif ditingkatkan sampai mencapai respon klinik yang diinginkan. Eksaserbasi akut dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung yang berat dapat menjadi alasan untuk dirawat dirumah sakit atau mendapat penanganan yang lebih agresif .
Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan awal yang sederhan namun sangat tepat dalam pennganan gagal jantung. Tetapi harus diperhatikan jngn sampai memaksakan lrngan yng tak perlu untuk menghindari kelemahan otot-otot rangka. Kini telah dikethui bahwa kelemahan otot rangka dapat meningkatkan intoleransi terhadap latihan fisik. Tirah baring dan aktifitas yang terbatas juga dapat menyebabkan flebotrombosis. Pemberian antikoagulansia mungkin diperlukan pad pembatasan aktifitas yang ketat untuk mengendalikan gejala.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
3. Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
4. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.
G. Rencan Asuhan Keperawatan
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik . Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas
1. Dasar Data Pengkajian Klien
a. Aktivitas/istirahat
☺ Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pad
istirahat atau pada pengerhan tenaga.
☺ Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi,
tanda vital berubah pad aktivitas.
b. Sirkulasi
☺ Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
☺ Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
Irama Jantung ; Disritmia.
Frekuensi jantung ; Takikardia.
Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
posisi secara inferior ke kiri.
Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
Murmur sistolik dan diastolic.
Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
kapiler lambat.
Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
khususnya pada ekstremitas.


c. Integritas ego
☺ Gejala : Ansietas, kuatir dan takut.Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
☺ Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
d. Eliminasi
☺ Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
e. Makanan/cairan
☺ Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
☺ Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
f. Higiene
☺ Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
☺ Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
g. Neurosensori
☺ Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
☺ Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
h. Nyeri/Kenyamanan
☺ Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
☺ Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
i. Pernapasan
☺ Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
☺ Tanda : Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
j. Keamanan
☺ Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.
k. Interaksi sosial
☺ Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
h. Pembelajaran/pengajaran
☺ Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran kalsium.
☺ Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ;
1) Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik
2) Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik
3) Perubahan structural
Ditandai dengan ;
1) Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG
2) Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
3) Bunyi ekstra (S3 & S4)
4) Penurunan keluaran urine
5) Nadi perifer tidak teraba
6) Kulit dingin kusam
7) Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Hasil yang diharapkan/evaluasi, klien akan :
1) Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung
2) Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina
3)Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi
1) Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
2) Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
3) Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
4) Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
5) Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
b. Aktivitas intoleran berhubungan dengan :
1) Ketidak seimbangan antar suplai okigen.
2) Kelemahan umum
3) Tirah baring lama/immobilisasi.
Ditandai dengan :
1) Kelemahan, kelelahan
2) Perubahan tanda vital, adanya disrirmia
3) Dispnea, pucat, berkeringat.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
1) Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri.
2) Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
2) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
4) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
Ditandai dengan :
1) Ortopnea, bunyi jantung S3
2) Oliguria, edema.
3) Peningkatan berat badan, hipertensi
4) Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
1) Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema.
2) Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
1) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan
selama tirah baring.
2) Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
3) Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4) Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
5) Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat
mengganggu fungsi gaster/intestinal.
6) Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
7) Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
d. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-alveolus.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
1) Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan.
2) Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi.
Intervensi :
1) Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2) Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran
oksigen.
3) Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4) Kolaborasi dalam
- Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema
paru.
- Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
e. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
1) Mempertahankan integritas kulit
2) Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
1) Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.
2) Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia
jaringan.
3) Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang
mengganggu aliran darah.
4) Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat
kerusakan.
5) Hindari obat intramuskuler
Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi..
f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.
Ditandai dengan :
1) Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi
2) Terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klin akan :
1) Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.
2) Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.
3) Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi
1) Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat
memudahkan ketaatan pada program pengobatan.
2) Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
3) Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
4) Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi
Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan
sendiri/penatalaksanaan dirumah.

















Created by atol








DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September 1996, Hal. 443 - 450
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.
Junadi P, Atiek SS, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 1982, Hal.206 - 208
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2,
Edisi 4, Tahun 1995, Hal ; 704 – 705 & 753 - 763.

Senin, 19 April 2010

ASKEP HIV/AIDS

ASKEP HIV/AIDS

KONSEP DASAR
PENGERTIAN
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) diartikan sebagai bentuk paling berat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi human immunodefecienci virus (HIV). Manifestasi infeksi HIV berkisar mulai dari kelainan ringan dalam respons imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi yang berat yang berkaitan dengan pelbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan kelainan malignitas yang jarang terjadi.
PATOFISIOLOGI
HIV tergolong sebagai kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang menunjukkan bahwa virus tersebut membawa materi genetiknnya dalam asam Ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam Dioksiribonukleat (DNA).
Virus ini ditransmisikan melalui kontak seksual, darah dan produk darah yang terinfeksi, serta melalui perinatal.
Virus ini mamasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Kelompok sel terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4. sel-sel target yang lain adalah monosit, makrofag, sel dendrit, sel langerhans, dan sel mikroglia.
Setelah mengikat molekul CD4 virus memasuki sel target dan melepaskan selubung luarnya (virion virus). RNA retrovirus di transkripsi menjadi DNA melalui transkripsi terbalik dengan menggunakan enzim reverse transkriptase untuk melakukan pemrograman ulang materi genetik dan sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA lintas ganda). DNA akan disatukan ke dalam nukleus sel T¬4 (sel targe) dan membentuk pro virus. Pro virus dapat menghasilkan protein viru baru, yang bekerja hampir menyerypai pabrik untuk virus-virus baru.
Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlansung secara persisten dan tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel ini menjadi reservoir bagi HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi dari sistem imun dan terangkut keseluruh tubuh lewat sistem ini untuk menginfeksi pelbagai jaringan tubuh.
PENTINGNYA SEL T4 (LIMFOSIT T) DAN KEKEBALAN DIPERANTARAI SEL:
Dalam respons imun, limfosit T4 memainkan beberapa peran yang penting yaitu:
o Mengenali anti gen yang asing
o Mengaktifkan limfosit B yang memproduksi anti bodi
o Menstinulasi sel T sitotoksik
o Memproduksi limfokin dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit.
Namun justru sel inilah yang diinfeksi dan kemudian di rusak oleh HIV. Karena proses infeksi dan pengambil alihan sel T4 mengakibatkan kelainan dari kekebalan, maka ini memungkinkan perkembangan neoplasma dan infeksi oportunistik (infeksi yang terjadi sebagai akibat dari gangguan sistem imun)
PENULARAN
Ada tiga jalur utama penularan HIV; yaitu melalui selaput lendir, darah dan produk darah, serta in utero. pada kaum homoseks praktik anal intercourse atau anal manipulation akan meningkatkan kemungkinan trauma pada mukosa rektum dan selanjutnya memperbesar peluang untuk tertular HIV. Hubungan heteroseksual pada seseorang dengan frekuensi berganti pasangan tinggi merupakan faktor penularan yang bermakna.
Penularan dapat pula terjadi pada pemakai obat bius intra vena yang menggunakan seprit yang terkontaminasi secara bergantian. Pemberian transfusi darah dapat pula menularkan HIV, namun demikian risiko yang berkaitan dengan transfusi kini sudah banyak berkurang, sebagai hasil pemeriksaan serologi yang secara sukarela diminta sendiri, pemorosesan konsentrat faktor pembekuan dengan pemanasan, dan cara-cara inaktivasi virus secara yang semakin efektif (Donegan dalam C. Smeltzer S.). petugas (perawat) dapat pula menjadi sasaran penularan HIV melalui tusukan jarum suntik yang secara tidak sengaja. Penularan dari ibu ke janin dapat terjadi melalui in utero, dan melalui air susu ibu.
PENCEGAHAN PENULARAN
Berikut ini adalah pedoman “tindakan penjagaan universal untuk mencegah penularan HIV” yang dikutip oleh Susanne C. Smeltser dalam U.S. Departemen of Health and Human Servis):
1. Perhatikan benda-benda tajam (misalnya jarum suntik, mata pisau bedah) yang berpotensi untuk untuk menularkan penyakit, dan tangani benda-benda tersebut dengan sangat hati-hati untuk mencegah cedera yang tidak disengaja.
2. Tempatkan spuit dan jarum disposibel, skapel, dan benda-benda tajam lainnya yang sudah tidak terpakai dalam wadah anti tembus yang dileletakkan didekat tempat benda-benda tadi digunakan. Jarum suntik yang habis dipakai harus ditutup kembali, dibengkokkan dan dilepas dari spuit sekali pakai.
3. Kenakan alat pelindung (sarung tangan, gaun bedah, masker dan kaca mata pelindung) untuk mencegah agar tidak terkena darah, cairan tubuh yang mengandung darah dan cairan tubuh yang termasuk dalam aplikasi tindakan penjagaan universal. Tipe alat pelindung harus sesuai dengan prosedur yang dilakukan dan tipe pajanan yang diantisipasi.
4. Basuh dengan segera dan seksama kedua belah tangan serta permukaan kulit lainnya yang terkontaminasi darah, cairan tubuh yang mengandung darah dan cairan lain yang termasuk dalam aplikasi tindakan penjagaan universal.
5. Sedapat mungkin meminimalkan kebutuhan untuk melakukan resusitasi mulut kemulut dengan cara menyediakan alat resusitasi yang dilengkapi bagian mulut, kantong (bagi) resusitasi atau alat pentilasi lainnya, sehingga bisa digunakan di tempat mana saja kebutuhan resusitasi dapat diramalkan.
6. Pada saat hamil, laksanakan dan pertahankan tindakan penjagaan yang cermat dan benar. Petugas kesehatan yang hamil tidak terbukti beresiko lebih besar untuk terjangkit HIV dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Namun demikian, jika seorang petugas kesehatan, yang hamil tertular infeksi HIV, maka bayi yang dikandungnya akan menghadapi risioko yang meningkat untuk terkena infeksi tersebut sebagai akibat dari penularan perinatal.
7. Dilingkungan rumah, buang dan sirami darah serta cairan tubuh ke dalam kloset.
8. Bungkus barang-barang yang terkontaminasi yang tidak bisa dibuang ke dalam kloset dengan menggunakan kantong plastik, dan kemudian masukkan kantong tersebut ke dalam kantong kedua sebelum di buang ditempat sampah menurut peraturan daerah setempat bagi pembuangan limbah padat.
9. Bersihkan setiap ceceran darah atau cairan tubuh lainnya dengan sabun dan air atau larutan deterjen. Larutan sodium hipoklorit yang baru (larutan pembersih rumah tangga) dalam konsentrasi pengenceran 1:10 merupakan desifektan yang efektif. Orang yang membersihkan ceceran tersebut harus menggunakan sarung tangan pelindung.
Sistem isolasi lainnya, yaitu body substance isolation system (sistem pengisilasian substansi tubuh, digunakan oleh beberapa lembaga Amerika Serikat sebagai pilihan alternatif untuk Universal Blood Fluid Precaution (tindakan penjagaan universal untuk darah dan cairan tubuh
Pedoman berikut ini digunakan untuk mencegah penularan infeksi selam perawatan pasien:
 Mencuci tangan
o Cuci tangan selam 10 detik dengan sabun air yang mengalir dan menggosokkan sebelum menyentuh pasien saat kedua tangan kotor.
 Sarung tangan
o Kenakan sarung tangan bersih sebeblum menyentuh membran mukosa dan kulit yang tidak utuh
o Kenakan sarung tangan yang tepat setiap kali terdapat kemungkinan terkenanya kedua tangan dengan substansi tubuh yang basah.
o Lepaskan segera sarung tangan sesudah tugas diselesaikan
 Gaun atau apron plastik
o Kenakan ketika terdapat kemungkinan pakaian atau kulit menjadi kotor.
 Maker
o Kenakan masker ketika bekerja lansung pada kulit dengan bagian terbuka yang luas
o Kenakan masker ketika mendapat kemungkinan terkenanya membran mukosa nasal atau oral dengan substansi tubuh yang basah
 Jarum suntik dan benda tajam
o Buang jarum dan benda tajam bekas pakai kedalam wadah yang kaku dan bahan tembus.
o Jangan memasang kembali tutup jarum bekas dengan tangan.
o Berhati-hati ketika memanipulasi atat-alat kecil seperti heparin lock.
 Pemilihan teman sekamar
o Hindari konbinasi teman sekamar diman pasien yang satu besar kemungkinannya tersentuh dengan substansi tubuh pasien lain yang basah.
o Tempatkan pasein penyakit menular dalam ruangan isolasi/ruangan tersendiri atau dengan pasien yang sistem kekebalannya tidak terganggu.
 Sampah dan kain kotor
o Tempatkan semua sampah dan kain kotor dalam kantong yang ditutup ketat.
o Buang sampah dan kain kotor menurut kebijakan fasilitas.
o Kenakan sarung tangan dan pakaian pelindung lainnya ketika menangani sampah dan kain kotor.
 Pekerjaan rumah tangga
o Bersihkan semua ruagan menurut jadwa secara teratur
o Bersihkan barang-barang, peralatan, perabot yang dikotori oleh substansi tubuh yang basah dengan segera
o Kenakan sarung tangan
 Sepesimen laboratorium
o Tangani semua spesimen laboratorium dengan kecermatan yang sama, label untuk menyatakan tindakan penjagaan yang khusus tidak diperlukan.
 Tanda-tanda dan label
o Hindari tanda-tanda dan lebel yang menyatakan bahwa pasien menderita penyakit menular. Hal seperti ini tidak diperlukan dan dapat mendorong standar gadan dalam perawatan
o Identifikasi ruangan bagi pasien penyakit menular sehingga kerentanan petugas kesehatan dapat dinilai.
 Kepatuhan petugas kesehatan
o Kebangkan program untuk memastikan bahwa semua petugas kesehatan mematuhi sistem tindakan penjagaan infeksi.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai setiap sistem organ. penyakit yang berkaitan dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat infeksi, malignasi dan atau efek lansung HIV pada jaringan tubuh. Pembahasan berikut ini dibatasi pada manifestasi klinis dan akibat dari infeksi HIV yang paling sering ditemukan.
 Respiratorius
o Pneomonia pneumocystis carinii.
Gejala napas yang pendek, sesak napas (dispnea) batuk-batuk, nyeri dada, dan demam akan menyertai berbagai infeksi opurtunistik (infeksi yang disebabkan oleh kerusakan kekebalan tubuh)
o Kompleks mikobacterium avium.
MAC (micobacterium avium complex) muncul sebagai penyebab utama infeksi bakteri pada pasien-pasien AIDS. Mikroorganisme yang termasuk dalam MAC adalah M. Avium, M. intracelular dan M. scrofulaceum, MAC yaitu suatu kelompok basil tahan asam, biasanya menyebabkan infeksi pernapasan kendati juga sering ditemukan dalam traktus gastroinstestinal, nodus limfatikus dan sumsum tulang.
 Gastroinstestinal
o Kandidiasis oral
Ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Kalau tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut degan mengenai esofagus dan lambung. Tanda- tada dan gejalayang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit serta nyeri dan rasa sakit di balik sternum.
o Sindrom pelisutan
(Wasting Sindrom) kriteria diagnostiknya mencakup penurunan berat badan yang tidak dikehendaki yeng melampaui 10 % dari berat badan dasar, diare yang kronis, selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.
 Kanker
o Sarkoma kaposi
Merupakan penyakit yang melibatkan lapisan endotel pembuluh darah dan limfe.
 Neurologik
o Encefalopati HIV
Disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS. Infeksi ini akan menyebabkan kerusakan neurotransmitter. Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat , sakit kepala, kesulitan konsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia, stadium lanjut mencakup gangguan kognitif gobal, kelambatan dalam respons perbal, gangguan afektif seperti pandangan yang kosong, hepereflekksi paraparesis spastik, psisis, halusinasi, tremor, inkontinentia, serangan kejang, mutisme dan kematian.
o Cryptococcus neofarmans
Ditandai gejala seperti demam/panas, sakit kepala, keadaan tidak enak badan (malaise), kaku kuduk, mual, vomitus, perubahan status mental, dan kejang-kejang. Dignosis ditegakkan dengan analisis cairan cerebrospinal.