Kamis, 22 April 2010

Askep DHF

D H F

KONSEP MEDIS

1. Pengertian
Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorrhagic Fever, selanjutnya disingkat dengan DHF) ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam , nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. (Buku Ajar Penyakit Dalam, Balai penerbit FK UI, Hal. 417)

2. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh Virus Dengue termasuk group B Arthropod Borne virus (Arboviruses) dan sekarang dikenal sebagai Genus Flavirus, Family Flaviridiae, dan mempunyai empat serotype, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan anti body seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. (Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 80)

3. Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang berperan pada penularan infeksi Dengue, yaitu manusia, virus, dan vector perantara. Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty. Nyamuk Aedes Albipictus, Aedes Polinesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat pula menularkan ini tetapi kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat menularkan Virus Dengue kepada manusia baik secara lansung yaitu setelah menggigit orang yang sedang mengalami viremia; maupun secara tidak lansung setelah melalui masa inkubasi didalam tubuhnya selama 8-10 hari (ekstrinsic incubation period). Pada manusia diperlukan waktu sekitar 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk kedalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuhnya , maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 3-5 hari. (Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 80-81
4. Patogenesis
Virus merupakan mikro organisme yang hanya dapat hidup dalam sel hidup, maka demi kelansungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai penjamu (host) terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan penjamu, persaingan akan sembuh sempurna dan timbul antibody atau perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah kontropersi. Dua masalah yang umum dipakai dalam menjelaskan patogenesis pada DBD dab SSD, yaitu Hipotesis Infeksi Sekunder (teori secondary heterologous) atau Hipotesis Immune Enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak lansung bahwa pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan virus dengue serotipe yang heterolog mempunyai risiko lebih besar untuk kemungkinan mendapatkan DBD/SSD. Anti bodi heterolog yang telah ada dalam tubuh sebelumnya akan mengenali virus yang menginfeksi kemudian dan membentuk Kompleks Antigen Anti Body yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor membran leukosit terutama Makrofag. Oleh kerena anti body adalah heterolog, maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh dan bebas replikasi didalam makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai Antibodiy Devenden Enhacement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue didalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Hipotesis kedua menyatakan bahwa Virus Dengue sama halnya dengan virus binatang yang lain, secara genetik dapat berubah sebagai akibat dari tekanan pada seleksi sewaktu virus malakukan replikasi pada tubuh manusia maupun nyamuk. Disamping itu terdapat beberapa strain virus yang mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah lebih besar. Ekspresi fenotik dari perubahan fenotik didalam genon virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, virulensi, dan potensi terjadinya wabah. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologik dan laboratorium.
Sebagai tanggapan terhadap virus infeksi tersebut. Terjadi (1) aktivitas sistem komplemen sehingga dikeluarkan Zat Anafilatoksin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intra vaskuler ke ekstra vaskuler (plasme lekage); (2) Agregasi trombosit sehingga jumlah Trombosit menurun, apabila kejadian ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi Trombosit sebagai akibat mobilisasi Sel Trombosit muda dari sumsum tulang, dan (3) Kerusakan Sel Endotel pembuluh darah yang akan meransang/mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut dapat mengakibatkan; (a) Peningkatan permeabilitas Kapiler sehingga mengakibatkan perembesan Plasma, Hipovolemia, dan Syok. Perembesan Plasma pada DBD mengakibatkan adanya cairan didalam Rongga Pleura dan Rongga Peritonial yang berlansung singkat, selama 24-48 jam; (b) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombosotopenia, dam koagulopati, sehingga mengakibatkan perdarahan hebat. (Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 82-83)

5. Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma keruang ekstra selular.
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam dan bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hiperemi tenggorokan dan hal-hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran Hati (hepatomegali) dan pembesaran Limpa. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan kurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi (peningkatan Hematokrik >20%) menunjukkan adanya kebocoran (perembesan) plasma (plasma lekage) sehingga nilai Hematokrik menjadi lebih penting untuk menjadi ukuran patokan pemberian cairan intra vena. Setelah dilakukan pemberian cairan intra vena, peningkatan jumlah trombisit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan intra vena harus dikurangi kecpatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yanga akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengakibatkan renjatan.




































Gambar 1. Patofisologi virus dengue
(Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 74)

Jika renjatan dan hipovolemia berlansung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik acidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.
Ganguan Hemostasis pada penderita DHF menyangkut tiga faktor yaitu: perubahan vaskuler, trombositopenia, dan gangguan koagolasi.
Spektrum Klinis
Infeksi virus dengue memperlihatkan spektrum klinis yang berpariasi, dari derajat ringan sampai berat. Infeksi Dengue yang paling ringan dapat tidak menimbulkan gejala (Silent Dengue Infection), diikuti oleh Demam Dengue (DD), dan Demam Berdarah Dengue (DBD). Manifestasi klinis dari infeksi Dengue yang ringan akan sembuh dengan sendiri tanpa pengobatan (Self Limiting); sedangakan DD dan DBD memerlukan pemantauan dan pengobatan yang baik. Oleh karena itu pada DD dapat disertai perdarahan dan DBD dapat disertai syok dan perdarahan. Secara epidemiologis, infeksi Virus Dengue yang ringan dan tidak memerlukan pengobatan khusus jauh lebih banyak dibandingkan dengan infeksi Dengue berat.
(Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 85-86)

Perjalanan penyakit DBD
Demam Dengue/DBD mempunyai perjalanan penyakit yang sulit diramalkan. Pada umumnya semua pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari. Kemudian diikuti dengan fase kritis selama 3 hari. Pada fase kritis ini suhu turun, dan risiko terjadinya SSD meningkat yang kadang-kadang dapat bersifat fatal bila tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Apabila timbul perdarahan atau syok, maka harus segera diberi pengobatan yang cepat dan tepat. Dengan memperhatikan perjalanan penyakit dan memberikan pengobatan yang adekuat dapat menurunkan kematian.
Patofisiologi penting untuk membedakan DBD dengan penyakit lain adalah dengan adanya gangguan hemostasis dan peningkatan permeabilitas vaskuler yang menyebabkan terjadinya perembesan plasma. Gambaran klinik DBD cenderung klasik dawali dengan demam tinggi mendadak, diastesis hemoragic (terutama pada kulit), hepatomegali, dan gangguan sikulasi (pada kasus yang akan terjadi syok) oleh sebab itu diagnosis klinis DBD secara dini sebelum masuk fase kritis atau fase syok, dapat ditegakkan dengan memperhatikan tanda klinis dibantu dengan adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi sebagai akibat gangguan hemostasis dan perembesan plasma. (Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 87)

Pengenalan Penyakit DD, DBD, dan SSD
Perjalanan penyakit infeksi virus didalam tubuh manusia sangat tergantung dari interaksi antara kondisi imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu maka infeksi virus dengue dapat tidak bergejala (asimtomatik) ataupun bermanifestasi klinis ringan yaitu demam tanpa penyebab yang jelas (uddiferential febrile illnes), demam dengue (DD) dan bermanifestasi berat yaitu demam berdarah dengue (DBD) tanpa syok atau Sindrom Syok Dengue (SSD).

DEMAM DENGUE (DD)
Demam dengue adalah penyakit demam akut selama 2-7hari dengan 2 atau lebih manistasi sebagai berikut: nyeri kepala, nyeri retro orbital, mialgia dan ruam kulit,manifestasi perdarahan dan leukopenia.

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Pada awal perjalanan penyakit, DBD dapat menyerupai kasus DD dengan kecenderungan perdarahan dengan satu manifestasi klinis atau lebih yaitu:
- Uji tourniquet positif
- Petekie, ekimosis atau purpura
- Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gusi)
- Hematemesis atau melena
- Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/mm3) - Hemokonsentrasi sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler dengan manifestasi satu atau lebih yaitu: o Peningkatan hematokrik >20% dibanding standar sesuai umur dan jenis kelamin
o Penurunan hematokrik dibawah 20% setelah mendapat pengobatan cairan
o Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura , asites atau peritonemia





























Gambar 2.
Spektrum klinis infeksi virus dengue. (Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 86)

SINDROM SYOK DENGUE (SSD)
Kriteria yang telah disebutkan diatas ditambah dengan manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat, tekanan nadi menurun (<20 mmhg), hipotensi (sesuai umur), kulit dingin dan lembab, dan pasien tampak gelisah. (Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 85-87) 6. Gambaran Klinis Dalam menegakkan diagnosis DBD , beberapa indikator yang penting untuk mendapat perhatian, anatara lain: INDIKATOR TANDA DEMAM BERDARAH Tanda Dini infeksi Dengue  Demam tinggi  Facial flushing  Tidak ada tanda ISPA  Tidak tampak fokal infeksi  Uji tourikuet positif  Trokbositopenia  Hematokrik naik Indikator Fase syok:  Hari sakit ke 4-5  Suhu turun  Nadi cepat tanpa demam  Tekanan nadi turun/hipotensi  Leukopenia <5000/mm3 WHO memberikan pedoman untuk membantu menegakkan diagnosis demam berdarah secara dini disamping menentukan derajat beratnya penyakit. Klinis: o Demam memdadak tinggi o Perdarahan (termasuk uji bendung +) seperti petekie, epistaksis, hematemesis, dan lain-lain. o Hepatomegali o Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi dibawah 20 mmHg, atau hipotensi disertai gelisah dan akral dingin Laboratoris:  Trombositopenia (<100.000/ul)  Hemokonsentrasi (kadar Ht lebih dari 20% dari normal) Dua gejala klinis pertama ditambah dua gejala laboratoris dianggap cukup untuk menegakkan diagnosis kerja DBD. Beratnya penyakit: Derajat I : Demam mendadak dengan uji bendung + Derajat II : Derajat satu ditambah perdarahan spontan Derajat III: Nadi cepat dan lemah, takanan nadi dibawah 20 mmHg hipotensi an akral dingin Derajat IV: Syok berat, nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur (Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 97-98) KEGAWAT DARURATAN DHF/DBD Manifestasi klinik utama DBD adalah demam tinggi (>39ºC sampai hiperporeksia 40-41ºC) hepatomegali, fenomena perdarahan dan gagal sorkulasi. Sering terdapat keluhan epigastrik, nyeri tekan pada pinggir kosta kanan dan nyeri abdomen menyaluruh dan mungkin disertai kejang, kegawatan DBD adalah kegawatan medik akut yang terutama melibatkan sistem hematologi dan cardiovaskuler.
Fenomena perdarahan atau gangguan hemostasis pada DBD berkaitan dengan perubahan vaskuler, penuruan jumlah trombosit (<100.000/mm³). Dan koagulopati. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petekie, purpura, ekimosis. Dan perdarahan saluran cerna hematemesis dan melena. Disfungsi sirkulasi atau syok pada DBD, dengue syok sindrom (DDS) yang biasanya terjadi sesudah hari ke 2-7, disebabkan oleh peningkatan pemeabilitas paskuler sehingga terjadi plasma lekage, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritonium, hipoproteinemia, hemokonsentrasi, dan hipovolemia yang mengakibatkan venous return, preload miokard, volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ. Gangguan perfusi ginjal ditnadai oleh oliguria atau anuria dan gangguan perfusi susunan saraf pusat ditandai dengan penurunan kesadaran. Pada fase awal SSD fungsi organ vital mempertahankan dari hipovolemia dari sistem hemostasis dalam bentuk takikardia, vasokontriksi pembuluh, penguatan kontraklitas miokard, takipnea, hiperpnea dan iperventilasi , vasokontriksi perifer mengurangi perfusi non essensial dikulit yang menyebabkan sianosis, penurunan suhu permukaan tubuh dan pemanjangan waktu pengisian kapiler ( >5 detik). Perbedaan suhu kulit dan suhu tubuh yang >2ºC menunjukkan mekanisme hemostasis masih utuh. Pada tahap SSD kompensi curah jantung dan tekanan darah normal kembali.
Penurunan takanan darah merupakan manifestasi lambat SSD, berarti sistem hemostasis sudah terganggu dan kelainan hemodinamik sidah beratm, sudah terjadi kompensasi. Mula-mula tekanan nadi turun, <20mmhg misalnya 100/90, karenan tekanan sistolik turun sampai sesuai dengan penurunan venous return dan volumem sekuncup dan tekanan diastolik meninggi sesuai dengan peningkatan tonus vaskuler. SSD belanjut dengan kegagalan mekanisme homeostasis . Efektifitas dan intrgritas sistem kardiovaskuler rusak, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi makro dan mikroterganggu, dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan ireversibel, terjasdi kerusakan sel dan organ dan pasiaen0 akan meninggal dalam 12-24 jam. (Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 137) 7. Test diagnostik Pemeriksaan Laboratorium a. Darah Terjadi trombositopenia (kurang dari 100.000/ml) dan tingginya nilai hematoksit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa konyalesin. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia serta hipokalemia, SGOT, SGPT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat. b. Air seni Mungkin ditemukan albuminuria ringan c. Sumsum tulang Pada awal sakit biasanya hiposeluler kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi, sedangkan pada hari ke-10 biasanya sudah kembali normal untuk semua sistem d. Serologi  Uji serologi memakai serum ganda yaitu serum diambil pada masa akut dan konvasalen yaitu uji pengikatan komplemen (pk), uji netralisasi (NT) dan uji dengan dengue blot. Pada uji ini dicari kenaikan antibodi anti dengue sebanyak minimal 4 kali.  Uji serologi memakai serum tunggal yaitu uji dengue blot yang mengukur antibodi anti dengue tanpa memandang kelas antibodinya, uji IgM anti dengue yang mengukur hanya antibodi anti dengue dari kelas IgM. Pada uji ini yang dicari adalah ada tidaknya titer tertentu antibodi anti dengue. 8. Penatalaksanaan Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simptomatik dan suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yanga memadai, cairan ksistoloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap jika diperlukan. (Demam Berdarah dengue, fak. Kedokteran UI, Hal 104) a. DHF tanpa penyulit :  Tirah baring  Makanan lunak, bila belum ada nafsu makan dianjurkan minum air sebanyak 1,5 – 2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau sirup) atau air tawar ditambah dengan garam saja  Medikamentosa yang bersifat simptomatis untuk hiperpireksia dapat diberi kompres air hangat di kepala, ketiak dan punggung, hindari pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan  Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder  Observasi teliti tanda dini syok seperti pengawasan secara periodik terhadap keadaan umum nadi, tekanan darah, pernapasan, ujung jari, kulit. Hematokrit dan trombosit setiap hari bahkan bila perlu 4 – 6 jam sekali.  Indikasi pemberian IVFD pada penderita tanpa syok ialah :  Apabila penderita terus menerus muntah sehingga tidak mungkin diberikan makanan peroral sedangkan muntah-muntah mengancam terjadinya dehidrasi dan asidosis  Apabila didapatkan nilai hematokrit yang cenderung terus meningkat b. Dengan syok sindrom  Beri cairan laktat ringer pada renjatan berat cairan diberikan secara diguyur bila venakolaps caiaran diberikan semprit dengan paksaan dimasukkan 100 – 200 ml kemudian dilanjutkan dengan tetesan. URUTAN TATALAKSANA KEGAWATAN DBD/DHF 1. Penimbangan berat badan Berat badabn perlu ditimbang sebagai dasar perhitungan pemgobatan dan untuk menilai perjalanan penyakit. 2. Tunjangan hidup dasar Obat pertama yang diberikan pada DBD adalah oksigen. Hipoksemia harus dicegah dan dikoreksi. Tatalaksana kegawatan DBD selalu dimulai dengan resusitasi jantung paru yang memastikan jalan nafas terbuka dan pernafasan adekuat. 3. Akses vena Buat akses vena dan ambil contoh darah untuk analisa gas darah, kadar hemoglobin, hemotokrit jumlah trombosit, golongan darah dan crossmatch, ureum, kreatinin, elektrolit Na, K, Cl, Ca, Mg, P dan asam laktat. 4. Kateter urine Pasang kateter urine dan lakukan penampungan urine, urinalisasi dan pengukuran berat jenis urine. Diuresis dihitung setiap jam (normsl: 2-3 ml/kgbb/jam) bila diuresis kurang dari normal berarti terdapaat hipoperfusi ginjal. 5. Pipa oro/nasogastrik Berguna untuk dekompressi, memantau perdarahan saluran cerna (gastritis stress) melakukan bilasan lambung dengan garam fisiologis. Gastritis strees biasanya memberi respon baik terhadap pembilasan lambung dan koreksi hemodinamika. 6. Resusitasi cairan Tujuannya adalah menyelamatkan otak dari hipoksik iskemik, melaului oeningkatan reload dan curah jantung, mengembalikan sirkulasi efektif, mengembalikan oxigen carrying capacity dan mengorekso gangguan metabolik dan elektrolit. 7. Rawat di PICU Untuk memantau dan mengantisipasi perubahan sirkulasi dan metabolik dan memberikan tinfakan suportif dan intensif. 8. Obat-obatan Umumnya kegawatan DBD dapat siatasi dengan tunjangan ventilasi, pemberian oksigen dan resusitasi cairan. Obat yang mungkin perlu diberikan saat resusitasi adalah bolis epinefrin, sodium bikarbnat, atropin, glukosakalsium clorida, dan pasca resusutasi untuk stabilisasi adalah infus epinefrin, dopamin dan dobutamin. 9. Diagnosis Banding A. Infeksi bakteri, virus atau infeksi protozoa. B. Demam cikungunya C. Penyakit infeksi misalnya sepsis, meningitis, meningokokus. D. Idiopatik thrombocitopenic purpura (ITP) E. Leukemia atau anemia aplastik 10. Prognosis Prognosis DBD tergantung dari saat diagnosis perembesan plasma ditegakkan, yaitu saat terjadi penurunan trombosit disertak dengan peningkatan hematokrik. Fase kritis adalah saat suhu turun yaitu setelah hari ketiga. Penurunan jumlah trombosit menjadi <100.000/mm3 atau kurang dari 1-2 trombosit /lapangan pandang besar (LPB) dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10 lpb, pada umunya terjadi sebelum terdapat peningkatan hamatokrik yaitu sebelum suhu turun. Peningkatan hematokrik >20% (misalnya dari 35% menjadi 42%) menggambarkan perembesan plasma sehingga diperlukan terapi cairan intravena. Pemberian cairan sebagai penggani kehilangan plasma dengan larutan garam isotonik dapat mengurangi derajat beratnya penykit dan mencegah terjadinya syok. (Demam Berdarah dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 138)


KONSEP KEPERAWATAN
Data dasar pengkajian pasien
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, malaise
Gangguan pola tidur
b. Sirkulasi
Tanda : perasaan dingin meskipun pada ruangan hangat
Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal.
Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik); lemah/lembut/mudah hilang, takikardia ekstrem (syok), nadi lemah
Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 mengakibatkan disfungsi miokard, efek dari asidosis/ketidak seimbangan elektrolit.
Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki
c. Integritas ego
Tanda : gelisah
d. Eliminasi
Gejala : diare
e. Makanan/cairan
Gejala : anoreksia, haus, sakit saat menelan
Mual,muntah
Perubahan berat badan akhir-akhir (meningkat/turun)
Tanda : penurunan berat badan, penurunan massa otot (malnutrisi)
Kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk
Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut
f. Hygiene
Tanda : ketidakmapuan mempertahankan perawatan diri
Bau badan
Lidah kotor
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala
Nyeri tekan epigastrik
Nyeri pada anggota badan, punggung, sendi

h. Perdarahan
Tanda : perdarahan di bawah kulit (petekie), perdarahan gusi, epistaksis sampai perdarahan yang hebat berpa muntah darah akibat perdarahan lambung, melena, hematuria nasip
i. Keamanan
Keluhan/ : gangguan koordinasi/cara berjalan
Gejala Hipotensi postural
j. Pembelajaran/penyuluhan
Gejala : riwayat keluarga berpenyakit inflamasi
Pertimba : rerata lamanya dirawat 5-7 hari
ngan ren bantuan dengan pemantauan-diri TD
cana pemu perubahan dalam terapi obat
langan

Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh/hipertermi berhubungan dengan viremia
Tujuan : Klien akan menunjukkan/mendemonstrasikan suhu tubuh dalam batas normal, bebas dari kedinginan.
Intervensi
a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola); perhatikan menggigil/diaforesis
rasional : suhu 38,9 0 -41,1 0 C menunjukan proses infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis. Menggigil sering mendahului puncak suhu.
b. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur , sesuai indikasi
rasional : Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
c. Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alkohol
rasional : Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan air es/alkohol mungkin menyebebkan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit.
d. Kolaborasi pemberian anripiretik
rasional : mengurangi demam dengan aksi sentral pada hipotalamus.
e. Anjurkan pasien banyak minum bila perlu minuman mengandung isotonik
rasional : menggantikan cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi panas tubuh
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
Tujuan : Klien akan menunjukkan/mendemonstrasikan suhu tubuh dalam batas normal. Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima. Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal pasien
Intervensi
a. Pantau TD. Ukur pada kedua tangan/paha untuk evaluasi awal. Gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat.
rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vascular. Hipertensi berat dilasifikasikan pada orang dewasa sebgai peningkatan tekana diastolik sampai 130; hasil pengukuran diastolik diatas 130 dipertimbangkan sebagai peningkatan pertama, kemudian maligna. Hipertensi sistolik juga merupakan factor risiko yang ditentukan untuk penyakit serebrovaskuler dan penyakit iskemi jantung bila tekanan diastolic 90 -115
b. Catat keberadaaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
rasional : denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati/terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi (peningkatan SVR) dan kongesti vena
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium (peningkatan volume/tekanan atrium). Perkembangan S3 menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi. Adanya krakles, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
rasional : adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
e. Catat edema umum/tertentu
rasional : mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vascular
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas/keributan lingkungan. Batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal
rasional : membantu untuk menurunkan rangsang simpatis;meningkatkan relaksasi
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat di tempat tidur/kursi;jadwal periode istirahat tanpa gangguan;bantu pasien melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kebutuhan
rasional : menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi
h. Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur
rasional : mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang simpatis
i. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi,aktivitas pengalihan
rasional : menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan TD
3. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan : klien akan menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi :
a. catat status nutrisi pasien : turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/muntah atau diare
rasional : berguna dalam mendefenisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat
b. kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai
rasional : membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien
c. monitor intake dan output secara periodic
rasional : mengukur keefektifan nutrisi dan cairan
d. catat adanya anoreksia, mual, muntah dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi buang air besar (BAB)
rasional : dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi
e. anjurkan bedrest
rasional : membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik
f. lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan
rasional : mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan dapat merangsang muntah
g. anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
rasional : memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster
h. rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet
rasional : memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolic dan diet
i. bicarakan dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1 – 2 jam sebelum/setelah makan
rasional : membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat
j. awasi pemeriksaan laboratorium (BUN, protein serum dan albumin)
rasional : nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi
k. kolaborasi pemberian antipiretik yang tepat
rasional : demam meningkatkan kebutuhan metabolic dan konsumsi kalori
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
Tujuan : klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri.
Intervensi :
a. Tingkatkan tirah baring. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai keperluan
rasional : meningkatkan istirahat dan ketenangan. Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan. Aktivitas dan duduk tegak diyakini menurunkan aliran darah ke kaki, yang mencegah sirkulasi optimal ke sel hati
b. Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi
rasional : meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan risiko kerusakan jaringan
c. Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi
rasional : memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan
d. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, Bantu melakukan latih rentang gerak sendi pasif/aktif
rasional : tirah baring lama dapat menurunkan kemagmpuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat

e. Dorong penggunaan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan imaginasi. Berikan aktivitas hiburan yang tepat contoh menonton TV, radio, membaca
rasional : meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping
f. kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : sedative, agen atisietas contoh diazepam (valium), lorazepam (ativan)
rasional : membantu dalam manajemen kebutuhan tidur.
5. Kecemasan berhubungan dengan koping in efektif/kurang informasi tentang penyakit
Tujuan : klien akan menunjukan kecemasan berkurang sampai tingkat dapat di atasi. Mengerti tentang proses penyakit dan pengobatannya
Intervensi :
a. Observasi tingkah laku yang menunjukan tingkat kecemasan
rasional : Kecemasan ringan dapat ditunjukan dengan peka rangsang dan insomnia, kecemasan berat yang berkembang ke dalam keadaan panic dapat menimbulkan perasaan terancam, terror, ketidak mampuan untuk bicara dan bergerak, berteriak-teriak / bersumpah-sumpah
b. Jelaskan prosedur, lingkungan sekeliling atau mungkin suara yang didengar oleh pasien
rasional : Memberikan informasi akurat yang dapat menurunkan distorsi / kesalahan interpretasi yang dapat berperan reaksi ansietas atau ketakutan
c. Kurangi stimulasi dari luar, tepatkan pada ruang yang tenang, berikan kelembutan, music yang nyaman, kurangi lampu yang terlalu terang, kurangi orang yang berhubungan dengan pasien
rasional : Menciptakan lingkungan yang terapeutik, menunjukan penerimaan bahwa aktifitas untuk / personal dapat meningkatkan asietas pasien.
d. Kolaborasi pemberian obat antiansietas (transguilizer, sedatif) dan pantau efeknya
rasional : Dapat digunakan bersamaan dengan pengobatan

ASUHAN KEPERAWATAN DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN DIANGKAT PADA PASIEN DBD/DHF
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) sehubungan dengan viremia.
2. Nyeri sehubungan dengan proses patologis penyakit.
3. Ganggauan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
4. Gangguan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
5. Gangguan pola tidur sehubungan dengan sakit kepala dan gangguan dan pegal-pegal seluruh tubuh.
6. Gangguan mobilisasi sehubungan dengan nyeri.
7. Potensial terjadi perdarahan intra abdominal deubungan dengan trombositopenia.
8. Potensial terjadi syok hipovolemia sehubungan dengan kehilangan cairan tubuh
9. Gangguan pola eliminasi sehubungan dengan konstipasi
10. Potensial terjadi komplikasi metabolik acidosis
11. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan DHF sehubungan dengan kurangnya informasi
12. Kecemasan sehubungan dengan koping in efektif/kurang informasi ttg penyakit
13. Gangguan proses keluarga sehubungan dengan anggota keluarga yanga dirawat dirumah sakit
14. Potensial infeksi sehubungan dengan tindakan inpasif
15. Potensial terjadi reaksi transfusi
16. Kurang polume cairan tubuh sehubunga dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
17. Potensial terjadi plebitis berhubungan dengan pemasangan infus.
18. Potensial terjadi kelebihan cairan sehubungan dengan pemberian cairan intra vena.
19. Gangguan integritas jaringan sehubungan dengan perdarahan akibat trombositopenia.
(Cristantie Effendi, Perawatan Pasien DHF, EGC, Hal. 27-28)











DAFTAR PUSTAKA

Chriatanti Effendy: Perawatan pasien DHF, Penerbit Buku Kedokteran EGC, jakarta 1995

Doenges Marilynn E,: Rencana Asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatam pasien , edisi 3, penerbit buku kedokteran EGC, jakarta 1999

H.M. Sjaeffollah Noer, Prof. Dr. dkk: Buku Ajar Penyakit Dalam, edisi ketiga, balai penerbit FKUI Jakarta1996.

Sri Reseki H. Hadinegoro, Dkk: Demam berdarah Dengue Naskah lengkap, Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar